Mengawali awal tahun dengan ketegangan yang mencekam, film “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)” bakal menghiasi layar lebar Indonesia mulai 27 Februari 2025. Karya ini lahir dari kolaborasi apik antara Entelekey Media Indonesia dan Relate Film.
Mengusung genre horor, film ini membawa penonton menyelami tradisi kuno Tionghoa yang sarat misteri, yakni pernikahan arwah. Bukan sekadar menghadirkan adegan menegangkan, namun atmosfer budaya Tionghoa begitu kuat terpancar lewat setiap detail latar yang digarap dengan cermat.
Sang sutradara, Paul Agusta, menuturkan bahwa meski bersandar pada tradisi Tionghoa, cerita yang diangkat tetap memiliki daya tarik universal.
“Film ini menceritakan kisah cinta sepasang kekasih (Salim dan Tasya) yang kebetulan berasal dari keluarga Tionghoa. Namun, konflik yang mereka hadapi cukup relevan bagi siapa saja,” kata Paul dalam Press Screening & Press Conference di Jakarta, Kamis (20/2).
Paul menambahkan, kekuatan emosional film ini terletak pada benturan antara kepercayaan leluhur dan kehendak pribadi, menciptakan ketegangan yang bukan hanya menakutkan, tetapi juga mengharukan.
Film ini diperkuat oleh jajaran bintang ternama seperti Morgan Oey, Zulfa Maharani, Jourdy Pranata, Brigitta Cynthia, dan Verdi Solaiman.
“Ada banyak orang yang mengalami situasi seperti Salim, karakter saya dalam film ini harus memilih antara keluarga atau pasangan,” ungkap Morgan Oey.
Sementara itu, Zulfa Maharani menyoroti makna cinta sejati yang menjadi inti dari film ini.
“Bagaimanapun, cinta itu satu. Jika terpisahkan oleh sesuatu, selalu ada cara untuk kembali. Film ini juga tentang perjuangan dalam sebuah hubungan,” kata Zulfa dengan penuh makna.
Pemilihan tema ini tak hanya menawarkan hiburan mencekam, tetapi juga menjadi upaya memperkenalkan kekayaan budaya Tionghoa kepada penonton Indonesia. Lokasi syuting pun menjadi elemen krusial dalam membangun atmosfer mistis film ini. Lasem, sebuah kota di Jawa Tengah yang dikenal akan arsitektur dan tradisi Tionghoanya yang kental, dipilih menjadi latar utama.
“Lasem dipilih sebagai lokasi utama karena keindahan serta keasliannya dalam merepresentasikan budaya Tionghoa di Indonesia. Kami ingin membawa nuansa yang autentik, sehingga suasana dalam film terasa lebih hidup dan mendukung cerita yang kami bangun. Selain itu, kami juga ingin mengangkat keunikan Lasem sebagai salah satu warisan budaya yang kaya akan sejarah,” tutur Produser Pernikahan Arwah (The Butterfly House) dan Founder Relate Films, Perlita Desiani.
Tak sekadar menghadirkan teror, film ini dirancang untuk menggugah emosi penonton dengan pesan mendalam tentang cinta, pengorbanan, dan nilai-nilai keluarga. Menariknya, film ini tidak hanya akan tayang di Indonesia, tetapi juga menjangkau tujuh negara Asia lainnya, termasuk Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Myanmar, Laos, dan Brunei Darussalam.