Home Lifestyle Overcare: Antara Kebaikan Hati dan Bahaya Tersembunyi

Overcare: Antara Kebaikan Hati dan Bahaya Tersembunyi

30
0
ilustrasi overcare - sumber gambar FREEPIK
ilustrasi overcare - sumber gambar FREEPIK
Urban Vibes

Pada suatu malam yang sunyi, Rina duduk di tepi tempat tidurnya, ponsel di tangan, jantungnya berdetak kencang. Notifikasi pesan dari sahabatnya baru saja masuk: “Aku butuh kamu sekarang.” Tanpa pikir panjang, Rina meraih jaketnya dan melangkah keluar, meski tubuhnya lelah dan tugas kuliah menumpuk. Bagi Rina, kebahagiaan orang-orang di sekitarnya selalu jadi prioritas, bahkan di atas kebutuhannya sendiri.

Sikap “overcare” atau terlalu peduli seperti yang dialami Rina, sering kali terlihat sebagai sifat mulia. Dalam banyak budaya, kepedulian yang besar terhadap orang lain bahkan dianggap sebagai cerminan hati yang tulus. Namun, apakah selalu demikian?

Sisi Baik dari Menjadi Overcare

Menjadi orang yang peduli tentu membawa banyak dampak positif. Kamu bisa menjadi support system terbaik bagi teman-temanmu. Orang-orang overcare biasanya juga punya empati yang tinggi, sehingga mampu memahami perasaan orang lain dengan baik. Mereka cenderung dipercaya dalam berbagai situasi, menjadi tempat curhat, dan sosok yang selalu diandalkan.

Secara psikologis, perasaan mampu membantu orang lain dapat meningkatkan hormon dopamin yang memicu rasa bahagia. Penelitian dari American Psychological Association juga menyebutkan bahwa memberikan bantuan kepada orang lain bisa meningkatkan kesejahteraan mental.

Baca juga

Bahaya Tersembunyi di Balik Overcare

Namun, di balik semua kebaikan itu, menjadi terlalu peduli bisa berubah menjadi pedang bermata dua. Overcare sering kali menjadi pintu masuk menuju burnout atau kelelahan emosional. Ketika terus-menerus mengutamakan kebutuhan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri, bisa menyebabkan kehilangan batas antara memberi bantuan dan mengorbankan diri.

Seseorang yang overcare juga rentan terhadap manipulasi. Karena selalu ingin membantu, mereka kadang kesulitan mengatakan “tidak”, sehingga orang-orang yang kurang bertanggung jawab bisa memanfaatkan kebaikan tersebut. Selain itu, ekspektasi yang tinggi untuk selalu menjadi penolong bisa membuat orang overcare merasa gagal atau bersalah ketika tidak mampu membantu.

Bagaimana Mengatasi Sifat Overcare?

Tetapkan Batasan (Boundaries)
Jangan takut mengatakan “tidak” jika kamu merasa lelah atau tidak mampu. Ingat, menolak bukan berarti kamu tidak peduli.

Self-Care adalah Prioritas
Luangkan waktu untuk dirimu sendiri. Lakukan aktivitas yang kamu sukai tanpa merasa bersalah.

Kenali Tanda-tanda Burnout
Jika kamu mulai merasa lelah secara emosional, sulit tidur, atau merasa bebanmu terlalu berat, itu bisa menjadi sinyal untuk berhenti sejenak.

Latih Kemampuan Komunikasi
Belajar menyampaikan perasaanmu dengan jujur dan tegas, tanpa harus menyakiti perasaan orang lain.

Menjadi orang yang peduli adalah hal yang baik, namun terlalu peduli bisa jadi masalah. Dalam dunia yang serba cepat ini, merawat diri sendiri sama pentingnya dengan merawat orang lain. Sebelum kamu melangkah untuk membantu orang lain, pastikan kamu sudah berdiri dengan kuat di atas kakimu sendiri. Jangan sampai, niat baikmu justru membuatmu terpuruk.

Urban Vibes

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here