Hubungan percintaan di usia muda sering kali diwarnai dengan dinamika yang kompleks, terlebih saat dua kepribadian unik bertemu, yaitu si overthinker dan si overexplainer. Jika overthinker cenderung memikirkan setiap detail hingga ke hal-hal yang sebenarnya tidak ada, overexplainer justru merasa perlu menjelaskan segala sesuatu hingga tuntas, sering kali berujung pada monolog panjang.
Fenomena ini bukan sekadar cerita di media sosial atau konten di TikTok. Nyatanya, pasangan dengan kombinasi ini sering menghadapi masalah komunikasi yang unik. Bayangkan saja, si overthinker yang terus bertanya-tanya dalam pikirannya, “Apakah dia benar-benar mencintaiku?” dipertemukan dengan si overexplainer yang mungkin baru saja memulai ceritanya dari masa kecil untuk menjawab pertanyaan simpel tadi.
Kenapa Ini Bisa Terjadi?
Pola komunikasi ini sering kali berakar pada pengalaman masa lalu dan kondisi psikologis masing-masing individu. Overthinker biasanya muncul dari rasa cemas atau takut ditinggalkan, sedangkan overexplainer sering kali tumbuh di lingkungan di mana mereka merasa harus selalu membuktikan diri atau takut disalahpahami.
Ketika overthinker merasa ada yang tidak beres, ia cenderung diam dan berpikir keras. Di sisi lain, overexplainer justru merasa harus terus berbicara untuk menenangkan suasana, yang kadang malah memperparah kecemasan pasangannya.
Baca juga
- Nikmati Iftar Spesial di Zest Sukajadi Bandung, Sajian Lezat dan Promo Menarik!
- Sambut Ramadan dengan Kemewahan dan Cita Rasa Nusantara di Lorin Hotels
- Tjakap Djiwa, Transformasi Staycation di Aryaduta Menteng untuk Jiwa dan Raga
Masalah yang Muncul dalam Hubungan
Komunikasi adalah kunci dalam hubungan apa pun. Namun, ketika yang satu terlalu banyak berpikir dan yang lain terlalu banyak bicara, sering kali terjadi miskomunikasi.
Kehilangan Makna dalam Komunikasi
Pesan yang ingin disampaikan bisa saja tenggelam dalam lautan kata-kata atau justru terdistorsi oleh pikiran negatif. Si overthinker mungkin hanya menangkap setengah dari penjelasan panjang si overexplainer, dan malah menafsirkannya secara berbeda.
Kelelahan Emosional
Tidak jarang si overthinker merasa lelah dengan pikirannya sendiri, sementara si overexplainer merasa frustrasi karena usahanya untuk menjelaskan segala hal tidak pernah cukup.
Miskomunikasi yang Berulang
Masalah kecil bisa menjadi besar hanya karena salah paham. Misalnya, pesan singkat tanpa emoji bisa dianggap serius oleh si overthinker, lalu si overexplainer mencoba menjelaskan selama 10 menit, yang justru membuat si overthinker semakin bingung.
Bagaimana Menjaga Hubungan Tetap Sehat?
Membangun komunikasi yang sehat adalah langkah utama. Berikut beberapa tips yang bisa dicoba:
Latihan Mendengarkan dengan Aktif
Bagi si overexplainer, belajar untuk mendengarkan lebih banyak dan memberikan jeda pada percakapan sangat penting. Sementara itu, si overthinker perlu berlatih untuk bertanya langsung daripada berasumsi sendiri.
Buat Aturan dalam Berkomunikasi
Sepakati untuk berbicara satu per satu dan memberi waktu bagi setiap pihak untuk merespons tanpa tergesa-gesa.
Terapi Pasangan atau Konseling
Jika masalah komunikasi sudah mulai memengaruhi hubungan secara signifikan, tidak ada salahnya berkonsultasi dengan ahli.
Pahami Love Language Pasangan
Dengan memahami bagaimana pasangan merasa dicintai (entah itu melalui kata-kata, sentuhan, atau tindakan), komunikasi bisa menjadi lebih efektif dan minim kesalahpahaman.
Setiap pasangan memiliki tantangannya masing-masing. Jika kamu atau pasanganmu adalah seorang overthinker atau overexplainer, jangan khawatir. Kuncinya ada pada komunikasi yang jujur, sabar, dan saling memahami. Pada akhirnya, cinta bukan hanya tentang menemukan orang yang sempurna, tetapi juga tentang saling menerima dan tumbuh bersama, meski di tengah pusaran pikiran dan kata-kata yang terus mengalir.