
Hi Urbie’s! Di tengah gegap gempita dunia mode yang sering kali berlomba dengan waktu dan tren, Batik Widayati memilih langkah berbeda. Brand batik asal Solo ini tak hanya menonjolkan keindahan visual, tetapi juga menghadirkan filosofi mendalam tentang keseimbangan antara manusia, budaya, dan alam.
Melalui koleksi terbarunya bertajuk “Kun Anta, Blossom As You Are”, Batik Widayati tampil di panggung IN2MOTIONFEST 2025 dengan pesan sederhana tapi kuat: setiap perempuan berhak tumbuh dan mekar dengan versinya sendiri.
“Saya ingin mengingatkan bahwa keindahan tidak harus selalu gemerlap. Kadang, keindahan justru tumbuh dari ketulusan dan keselarasan dengan alam,” ujar Wiwiek Widayati, pendiri sekaligus desainer utama Batik Widayati, saat ditemui di sela persiapan peragaan busana.
Dari Vertical Garden ke Filosofi Truntum
Inspirasi koleksi ini datang dari hal yang tak biasa: vertical garden, taman vertikal yang memungkinkan tanaman tumbuh di ruang terbatas. Bagi Wiwiek, konsep itu merepresentasikan keteguhan perempuan dalam menghadapi keterbatasan tanpa kehilangan keindahan dan jati dirinya.

“Bunga tetap bisa tumbuh di dinding beton. Itu mengajarkan kita untuk tidak menyerah, apa pun ruang yang kita miliki,” tuturnya lembut.
Filosofi tersebut berpadu manis dengan motif Truntum, salah satu motif klasik batik Jawa yang sarat makna. Truntum berasal dari kata tuntun, yang berarti penuntun atau bimbingan. Dalam tradisi, motif ini melambangkan cinta yang abadi dan kasih sayang yang terus tumbuh.
Melalui motif itu, Wiwiek ingin menyampaikan doa agar setiap perempuan diberkahi kekuatan, keteguhan, dan cinta yang menuntun langkahnya. “Truntum itu tentang cinta yang tidak padam—baik untuk orang lain, maupun untuk diri sendiri,” tambahnya.

Warna Alam, Jiwa yang Tenang
Koleksi “Kun Anta, Blossom As You Are” tampil dalam nuansa biru indigo, hasil dari proses pewarnaan alami yang menjadi identitas Batik Widayati. Warna biru yang tenang, elegan, dan menyimpan kedalaman makna itu bukan sekadar hasil olahan bahan, melainkan juga representasi dari kesabaran dalam prosesnya.
“Pewarnaan alami tidak bisa terburu-buru. Ada waktu, ada ritme, dan ada rasa yang harus selaras. Sama seperti perjalanan hidup perempuan,” ujar Wiwiek sambil menunjukkan potongan kain indigo yang baru saja dikeringkan di bawah sinar matahari.
Tekstur alami dan karakter warna yang berbeda pada setiap kain menjadi bukti bahwa setiap helai batik memiliki keunikan tersendiri—seperti kepribadian manusia yang tak ada duanya.

Material yang digunakan, seperti Cotton Voal dan Cotton Primis, dipilih karena nyaman di kulit dan ramah lingkungan. Dari proses batik tulis hingga pewarnaan, semuanya dilakukan dengan pendekatan berkelanjutan.
“Kami ingin menghadirkan keindahan yang tidak menyakiti bumi. Kalau alam memberi warna, kenapa kita harus memaksanya dengan bahan kimia?” tutur Wiwiek.
Elegan, Modest, dan Modern
Dalam koleksi ini, Batik Widayati menampilkan delapan look (8 tampilan) yang menggambarkan perpaduan antara kelembutan dan kekuatan perempuan. Potongan modest wear yang sederhana berpadu dengan siluet elegan, menonjolkan karakter perempuan urban yang anggun, percaya diri, dan autentik.
Desainnya tidak berlebihan, tetapi justru menonjolkan keindahan dari kesederhanaan. Setiap tampilan menggambarkan perjalanan batin perempuan yang belajar untuk menerima, tumbuh, dan mekar apa adanya—blossom as you are.

“Koleksi ini adalah selebrasi terhadap perempuan yang tidak berhenti bertumbuh. Mereka mungkin lembut, tapi kuat. Mereka tidak berteriak, tapi berdaya,” ujar Wiwiek.
Sustainable Fashion, Tren yang Menjadi Gerakan
Kehadiran Batik Widayati di IN2MOTIONFEST 2025 juga menegaskan arah baru industri mode Indonesia: berkelanjutan dan sadar lingkungan.
Beberapa tahun terakhir, istilah sustainable fashion bukan lagi sekadar tren, tetapi sudah menjadi gerakan global. Konsumen urban, terutama generasi muda, semakin peduli terhadap asal-usul pakaian yang mereka kenakan—apakah prosesnya ramah lingkungan, adil bagi pengrajin, dan tidak meninggalkan jejak limbah berlebihan.
Di Indonesia sendiri, sejumlah desainer mulai mengadopsi prinsip ini, dari penggunaan bahan alami, daur ulang tekstil, hingga sistem produksi yang etis. Namun, Batik Widayati termasuk sedikit yang melakukannya secara konsisten sejak awal berdiri.

“Batik itu sendiri sudah merupakan bentuk slow fashion. Prosesnya panjang, penuh kesabaran, dan menghargai manusia serta alam,” kata Dina Paramita, pengamat mode dan dosen desain tekstil dari ISI Surakarta.
Menurut Dina, langkah Batik Widayati mengangkat batik berpewarna alami dalam konteks fashion modern adalah bentuk nyata pelestarian budaya yang adaptif. “Ini bukan sekadar mempertahankan tradisi, tapi juga menyesuaikannya dengan nilai-nilai keberlanjutan yang relevan dengan zaman,” ujarnya.
Perempuan, Alam, dan Batik: Tiga Unsur yang Saling Menghidupi
Lebih dari sekadar fashion show, “Kun Anta, Blossom As You Are” terasa seperti manifesto kecil tentang hubungan perempuan dan alam. Keduanya sama-sama memiliki kekuatan lembut yang mampu memberi kehidupan.
Baca Juga:
- BTS Dikabarkan Siapkan Tur Dunia 65 Konser di 2026, BigHit Music Buka Suara
- Buttonscarves Paris Takeover: Ketika Modest Fashion Indonesia Bersinar di Kota Mode Dunia
- Perjamuan di Ruang Kosong, Halloween Paling Mewah dan Misterius di Jantung Jakarta
Wiwiek meyakini bahwa setiap karya yang dihasilkan Batik Widayati harus punya nilai lebih dari sekadar estetika. “Kami ingin setiap potongan kain punya cerita—tentang tangan-tangan pengrajin yang sabar, tentang daun indigo yang berubah jadi warna, dan tentang perempuan yang memakainya dengan bangga,” ucapnya.

Pesan itu terasa jelas ketika para model melangkah di runway, membawakan busana yang tidak hanya indah, tapi juga penuh makna.
Merayakan Keaslian dan Harapan
Melalui koleksi ini, Batik Widayati ingin mengajak perempuan untuk kembali melihat ke dalam dirinya. Bahwa keindahan tidak datang dari kesempurnaan, melainkan dari penerimaan.
“Kun Anta berarti ‘jadilah dirimu’. Itu pesan sederhana, tapi sangat dalam. Saya percaya, ketika seseorang bisa menjadi dirinya sendiri, di situlah keindahan sejati tumbuh,” kata Wiwiek menutup pembicaraan.
Dengan perpaduan antara filosofi batik klasik, proses alami yang ramah lingkungan, serta semangat perempuan modern, “Kun Anta, Blossom As You Are” bukan sekadar koleksi mode—melainkan ajakan untuk hidup lebih sadar, lebih lembut, dan lebih selaras dengan alam.
Dan di tengah hiruk pikuk dunia mode yang serba cepat, mungkin inilah napas baru yang kita butuhkan: busana yang tidak hanya mempercantik tubuh, tapi juga menenangkan hati.




















































