Home Entertainment Rock Udah Nggak ‘Rock’ Lagi? Noel Gallagher Bilang, Sekarang Dunia Musik Dikuasai...

Rock Udah Nggak ‘Rock’ Lagi? Noel Gallagher Bilang, Sekarang Dunia Musik Dikuasai Anak Sultan

75
0
Noel Gallagher Oasis - sumber foto Instagram themightyi
Noel Gallagher Oasis - sumber foto Instagram themightyi
Urbanvibes

Hi Urbie’s! Coba bayangin kalau Oasis baru mau debut di era sekarang — masih bisa nggak ya mereka jadi band sebesar dulu? Nah, baru-baru ini Noel Gallagher, mantan pentolan Oasis yang legendaris itu, ngelontarin komentar pedas soal kondisi musik rock masa kini. Katanya, “rock music sekarang isinya anak sultan semua!”

Komentar ini langsung bikin heboh dunia musik, karena datang dari sosok yang dikenal sebagai simbol working class hero Inggris. Noel, yang tumbuh di kawasan buruh Manchester dan membangun Oasis dari nol bareng saudaranya, Liam Gallagher, emang punya reputasi sebagai suara jujur dari generasinya — blak-blakan, apa adanya, dan selalu tajam menyoroti perubahan zaman.

Noel Gallagher Dari garasi ke panggung dunia — tapi sekarang?

Dalam wawancara yang dikutip oleh beberapa media Inggris, Noel curhat bahwa kondisi industri musik, terutama rock, sekarang udah jauh banget dari masa 90-an.
Menurutnya, band-band baru hari ini kebanyakan datang dari keluarga kaya yang bisa beli alat musik mahal, sewa studio latihan, dan punya akses ke industri.
“Anak-anak kelas pekerja nggak bisa lagi beli gitar, apalagi nyewa tempat latihan. Semuanya udah berubah jadi wine bars,” katanya sinis.

Urbie’s, kalau kamu ngebayangin vibe musik Inggris dulu, pasti kebayang suasana garasi penuh asap rokok, amplifier butut, dan suara distorsi yang serak tapi jujur. Itu yang melahirkan band-band legendaris kayak Oasis, Arctic Monkeys, Blur, atau The Stone Roses. Mereka tumbuh dari keresahan sosial dan mimpi besar anak muda yang ngerasa punya sesuatu buat disuarain.

Tapi sekarang? Menurut Noel, suasananya udah jauh lebih “steril”. Rock bukan lagi bentuk perlawanan, tapi jadi gaya hidup yang berkelas dan mahal.

Musik rock kehilangan jiwa “jalanannya”?

Kalimat Noel seolah menggambarkan perubahan besar di dunia musik modern. Kalau dulu rock adalah simbol perlawanan dan kebebasan, sekarang musik justru didominasi oleh algoritma dan viralitas. Anak muda lebih banyak bikin lagu di kamar pakai laptop ketimbang jamming bareng teman di studio kecil.

Bukan berarti itu hal buruk, ya, Urbie’s. Teknologi jelas membuka banyak pintu baru buat musisi muda. Tapi yang disayangkan Noel, esensi “kelahiran dari jalanan” — dari realitas keras dan spontanitas — pelan-pelan hilang.
Musik rock, kata dia, kehilangan grit, kehilangan “bau bensin dan bir” yang dulu jadi ciri khasnya.

Bahkan, kalau dipikir-pikir, jarang banget sekarang ada band baru yang bisa menembus level stadium rock kayak Oasis atau Coldplay di awal karier mereka. Band-band indie memang tumbuh, tapi nggak semua bisa menembus batas industri yang makin kompetitif dan berbiaya tinggi.

Baca Juga:

Noel Gallagher Dari “Wonderwall” ke “wine bar”

Ada ironi menarik di sini, Urbie’s. Dulu, Oasis muncul dari pinggiran Manchester, kota yang keras dan penuh semangat working class. Lagu-lagu mereka kayak “Don’t Look Back in Anger” dan “Wonderwall” jadi semacam doa bagi generasi muda yang bermimpi lebih besar dari hidupnya sendiri.

Sekarang, kalau kata Noel Gallagher, tempat yang dulu jadi sarang band-band muda udah berganti wajah jadi kafe mahal atau bar berkonsep minimalis. “The rehearsal rooms are gone — they’ve all turned into wine bars,” ujarnya getir.

Itu bukan cuma soal lokasi latihan, tapi simbol perubahan sosial: musik rock yang dulu milik rakyat jelata kini terasa jauh, seolah cuma bisa disentuh mereka yang punya privilese.

Tapi… apakah rock benar-benar mati?

Meski komentar Noel terdengar pesimis, Urbie’s, kita juga nggak bisa menutup mata kalau bentuk pemberontakan itu terus berevolusi.
Rock mungkin nggak lagi muncul dari garasi, tapi dari bedroom producer yang tetap punya semangat yang sama — menantang arus, melawan sistem, dan mencari identitas lewat musik.

Generasi baru kayak Måneskin, Inhaler, atau Yungblud misalnya, masih membawa semangat rebellion khas rock, walau dengan cara yang lebih modern dan stylish. Jadi, mungkin bukan rock-nya yang mati, tapi “baju” rock yang berganti.
Dari jaket kulit ke hoodie, dari gitar distorsi ke digital synth, tapi semangatnya? Masih hidup di hati para pencinta musik sejati.

Jadi, siapa yang bisa jadi “Oasis” berikutnya?

Mungkin pertanyaan yang harus kita renungkan adalah: apakah masih mungkin lahir band legendaris baru dari generasi sekarang?
Jawabannya tergantung dari keberanian anak muda buat tetap jujur dalam bermusik.
Karena, seperti yang Noel tunjukin dari dulu — kejujuran dan keberanian lebih berharga daripada uang dan koneksi.

Jadi, buat kamu yang lagi belajar gitar di kamar, atau nulis lirik di buku catatan penuh coretan… terus aja bermimpi, Urbie’s.
Siapa tahu, the next Wonderwall bakal datang dari kamu.

Novotel Gajah Mada

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here