Hi Urbie’s! Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus bergerak, dan di balik upaya memastikan setiap anak mendapatkan sajian makanan sehat, ada peran penting tenaga ahli gizi yang tak bisa diabaikan. Indonesia masih menghadapi tantangan belum meratanya tenaga profesional di sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Menyadari hal itu, Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) mengambil langkah cepat dan strategis.
Pada 11 November 2025, PERSAGI menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Gizi Nasional (BGN), sekaligus menggandeng asosiasi institusi pendidikan tinggi dan vokasi gizi. Langkah kolaboratif ini menjadi pijakan penting untuk mempersiapkan lulusan ahli gizi yang kompeten dan siap terjun ke berbagai SPPG, termasuk di daerah pelosok.
“Bagaimanapun Persagi mendukung MBG karena kita tahu dampaknya tanpa ahli gizi akan terjadi hal yang tidak kita inginkan. Kami mendorong agar mahasiswa gizi—baik dari vokasi (D3–D4) maupun sarjana (S1/Profesi)—bisa melakukan magang di SPPG setempat. Bahkan kami mengusulkan penambahan bobot SKS magang dari 1–2 menjadi 4 SKS,” jelas Prof. Ir. Trina Astuti, MPS., Sekjen PERSAGI.
Magang yang Bukan Sekadar Magang
Melalui program magang yang lebih intensif, mahasiswa tidak hanya belajar teknis penyelenggaraan makanan, tetapi juga membangun motivasi untuk berkarir di SPPG setelah lulus. Apalagi, SPPG kini hadir hingga tingkat desa dan kampung, membuka peluang kerja yang semakin luas untuk lulusan ahli gizi.
Baca Juga:
- Ariana Grande Positif COVID-19 di Tengah Tur Film Wicked: For Good, Begini Kondisi Terbarunya
- Film Keeper (2025): Teror Psikologis di Kabin Terpencil yang Menguak Rahasia Kelam
- Kualitas Sperma Menurun, Dampak Polusi dan Mikroplastik pada Kesehatan Reproduksi
Sementara kebutuhan tenaga ahli masih dikejar, PERSAGI juga memberikan solusi jangka pendek. Tenaga gizi dari Puskesmas atau Dinas Kesehatan setempat dapat mendampingi SPPG yang telah berjalan, khususnya dalam proses penting seperti penerimaan bahan pangan hingga pengolahan makanan.
“Kita tidak bisa menghentikan program hanya karena belum ada ahli gizi. Program harus berjalan. Karena itu, kita bisa lakukan pendampingan atau pelatihan bagi staf yang ada,” tegas Prof. Trina.
Menghadapi 2026 dengan Optimisme
Kolaborasi antara PERSAGI, pemerintah, dan institusi pendidikan diharapkan menjadi motor yang mempercepat ketersediaan tenaga ahli gizi. Targetnya, Maret 2026 sudah ada lulusan baru yang siap melamar dan memperkuat SPPG di daerah masing-masing.
“Kami sudah mempromosikan dan berkolaborasi dengan perguruan tinggi. Mari kita siapkan mahasiswa agar setelah lulus dapat berkontribusi di SPPG-SPPG di sekitar tempat tinggalnya,” tambah Prof. Trina.
Dengan langkah-langkah ini, PERSAGI berharap bukan hanya memenuhi kebutuhan tenaga profesional, tetapi juga meningkatkan kualitas pelayanan gizi masyarakat. Dampaknya? Anak-anak Indonesia mendapatkan makanan aman, sehat, dan bergizi—sebuah investasi jangka panjang bagi masa depan negeri.





















































