Hi Urbie’s! Tahukah Anda bahwa diskriminasi berbasis gender adalah perlakuan tidak adil yang terjadi karena perbedaan gender? Masalah ini telah mengakar di berbagai negara sejak lama dan hingga kini menjadi salah satu isu sosial yang mendesak.
Menurut laporan Bank Dunia 2024, perempuan hanya menikmati kurang dari dua pertiga hak hukum yang dimiliki laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih menjadi tantangan global.
Kesetaraan Gender: Tujuan Bersama
Untuk mengatasi masalah ini, kesetaraan gender telah ditetapkan sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) nomor 5 oleh PBB. Sejalan dengan itu, Indonesia secara aktif mendukung upaya ini, termasuk melalui kolaborasi antara sektor publik dan swasta.
Dalam rangka memperingati Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Unicharm bersama Suku Dinas PPAPP Jakarta Selatan mengadakan edukasi bertajuk “Empowering Women, Towards Gender Equality”. Acara ini dihadiri oleh sekitar 100 ibu di Jakarta serta Walikota Jakarta Selatan, Dr. H. Munjirin.
Sri Haryani, Sales Director Unicharm, menegaskan bahwa perempuan memiliki peran penting di masyarakat, mulai dari mendidik anak hingga berkontribusi di sektor formal seperti kesehatan. “Melalui edukasi ini, kami ingin mendukung kesetaraan gender dan memperkuat peran keluarga dalam mencapainya,” ungkapnya.
Menghapus Diskriminasi Gender Dimulai dari Keluarga
Psikolog Meinita Fitriana Sari menekankan bahwa kesetaraan gender adalah hak asasi manusia yang harus diwujudkan di semua aspek, mulai dari pendidikan hingga perlindungan hukum. Ia mengajak keluarga untuk menjadi tempat pertama dalam membangun budaya kesetaraan.
“Komunikasi yang baik antara suami dan istri adalah langkah awal. Berikan hak kepada istri untuk berpendapat dan menentukan pilihan,” ujarnya. Hal ini penting untuk menciptakan keluarga yang bebas dari diskriminasi gender.
Senada, psikolog Ayoe Sutomo mengingatkan bahwa diskriminasi berbasis gender dapat terjadi di mana saja, mulai dari lingkungan kerja hingga rumah tangga. Ia mencontohkan budaya patriarki, kesenjangan pendidikan, hingga kekerasan domestik sebagai bentuk diskriminasi yang umum.
Baca juga:
- Jepang Siap Meluncurkan Kereta Bertema One Piece: Eksplor Jepang Bareng Luffy dan Kawan-Kawan!
- Marselino Ferdinan Bersinar di Laga Timnas Indonesia vs Arab Saudi: “Tujuan Kita Bukan di Sini”
- Negara-negara dengan Wanita Paling Cantik Menurut Missosology: Mengungkap Pesona yang Tak Terbantahkan
Mengasah Potensi Perempuan untuk Berdaya
Menurut Ayoe, langkah pertama untuk menghindari diskriminasi adalah dengan memberdayakan perempuan melalui pengembangan potensi diri. “Mulai dari keterampilan sederhana yang dapat diasah menjadi sesuatu yang bernilai,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya kemampuan perempuan dalam mengelola keuangan rumah tangga. Dengan keahlian ini, perempuan diharapkan dapat mengurangi risiko kerentanan terhadap kekerasan dan diskriminasi.
Selain itu, perempuan harus berani melapor jika mengalami kekerasan domestik. Dukungan keluarga dan kerabat dekat menjadi kunci penting dalam menciptakan rasa aman.
Mencetak Generasi Berdaya
Untuk memutus mata rantai diskriminasi, perempuan yang telah memiliki anak diharapkan memberikan pendidikan terbaik dan menanamkan nilai kesetaraan gender.
“Hal ini memungkinkan mereka untuk tumbuh sebagai generasi yang berdaya, yang mampu memberdayakan masyarakat di masa depan,” pungkas Ayoe.
Dengan langkah-langkah ini, harapannya diskriminasi berbasis gender dapat dihapuskan, dan kesetaraan gender dapat terwujud di semua aspek kehidupan.