Home Lifestyle Fenomena Cegil Era: Ketika Cewek Jadi ‘Cegil’ Demi Validasi Digital?

Fenomena Cegil Era: Ketika Cewek Jadi ‘Cegil’ Demi Validasi Digital?

77
0
Ilustrasi Fenomena Cegil Era: Ketika Cewek Jadi 'Cegil' Demi Validasi Digital?, Foto: Freepik
Ilustrasi Fenomena Cegil Era: Ketika Cewek Jadi 'Cegil' Demi Validasi Digital?, Foto: Freepik
Urban Vibes

Hi Urbie’s! Di tengah gegap gempita tren media sosial, muncul satu istilah yang makin sering terdengar di kalangan Gen Z yaitu cegil era. Istilah cegil ini bukan sekadar lucu-lucuan atau slang sementara, tapi mencerminkan fenomena sosial yang cukup menarik bahkan menggelitik.

“Cegil” sendiri merupakan akronim dari “cewek gila”, tapi jangan buru-buru menilai dari kesan negatifnya. Dalam konteks saat ini, cegil menggambarkan karakter cewek yang heboh, blak-blakan, ekspresif, dan kadang terkesan “ngadi-ngadi” alias sok lucu atau over di depan kamera. Fenomena ini sangat populer di platform seperti TikTok dan Instagram, di mana konten yang menampilkan gaya cegil justru sering viral dan mendapat jutaan views.

Validasi Lewat Viralnya Gaya Cegil

Fenomena cegil era tumbuh seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan validasi digital. Bagi sebagian cewek muda, menjadi ‘cegil’ di kamera bukan lagi soal jadi diri sendiri, tapi strategi branding personal untuk meraih atensi. Mereka ngedance di lampu merah, bikin video curhat dramatis dengan backsound mellow, hingga akting jadi “anak kecil yang dewasa”, semua demi engagement.

“Kadang aku sengaja tampil konyol di TikTok, karena itu yang bikin orang stay nonton”, kata Rina (20), seorang konten kreator asal Bandung. “Dulu aku malu, sekarang malah dinikmatin karena views-nya naik terus”.

Fenomena ini membuka diskusi soal batas antara ekspresi diri dan pencitraan demi algoritma. Apakah gaya cegil ini mencerminkan kebebasan perempuan untuk tampil tanpa batas, atau justru bentuk baru dari tekanan sosial yang tak kasat mata?

Baca Juga:

Antara Empowerment dan Eksploitasi Diri

Psikolog sosial melihat cegil era sebagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, ini bisa menjadi simbol pembebasan perempuan dari standar kecantikan dan kesopanan yang konservatif. Mereka tak lagi takut terlihat “jelek”, “lebay”, atau “tidak anggun”.

Namun di sisi lain, ketika konten cegil dibuat secara berlebihan untuk mengejar popularitas, muncullah potensi eksploitatif. Gaya tersebut menjadi persona yang dipelihara demi performa sosial, bukan refleksi asli dari diri mereka.

Media Sosial: Katalis Sekaligus Cermin

Media sosial jelas punya peran besar dalam menyuburkan tren ini. Algoritma yang lebih mengedepankan konten nyeleneh membuat gaya cegil makin punya panggung. Yang dulunya malu-malu tampil, kini justru berlomba jadi paling heboh.

Namun penting dicatat, tren ini juga bisa berdampak pada persepsi publik terhadap perempuan muda. Tidak semua orang memahami konteks gaya cegil, yang bisa berujung pada stereotip negatif atau perundungan daring.

Menuju Era Ekspresi yang Sehat

Untuk para cewek di era digital, penting untuk membangun kesadaran bahwa menjadi viral bukan satu-satunya cara untuk merasa berharga. Ekspresi boleh bebas, tapi jangan sampai kehilangan esensi. Gaya cegil bisa jadi cara untuk bersenang-senang, asal tetap sejalan dengan jati diri.

Di tengah arus konten yang terus berubah, mari jadi generasi yang tahu batas, paham makna, dan tetap waras. Karena di balik semua tren, yang paling keren tetap jadi diri sendiri.

Urban Vibes

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here