Puluhan tahun setelah menjadi ikon musik lewat X Japan, Yoshiki kini kembali membuat gebrakan baru. Sang maestro yang dikenal dengan gaya Visual Kei glamor dan kepiawaiannya dalam musik klasik hingga rock, Yoshiki kini menyalurkan seluruh pengalaman artistiknya untuk membimbing bintang-bintang baru di kancah musik J-Pop: grup vokal remaja wanita bernama Bi-ray. Lewat tangan dinginnya, keempat remaja ini tak hanya siap mengguncang Jepang, tapi juga dunia, dimulai dari single debut berbahasa Inggris mereka yang berjudul “Butterfly”.
Bi-ray terdiri dari Michelle (14), Cocomi (14), Hinata (15), dan Emi (16) — empat penyanyi muda bertalenta yang ditemukan Yoshiki saat menjadi juri di ajang pencarian bakat populer NTV Kashō-ō (Raja Bernyanyi). Dalam perjalanannya selama tiga tahun sebagai juri, Yoshiki melihat potensi luar biasa ketika suara keempat gadis ini dipadukan. “Rasanya seperti bekerja dengan sebuah orkestra,” ujarnya. “Jangkauan vokal mereka luar biasa, dari nada paling rendah hingga yang paling tinggi. Ini adalah proyek impian bagi seorang produser.”
Yoshiki tidak hanya sekadar menggabungkan mereka dalam satu grup. Ia memilih nama Bi-ray—yang diucapkan “bee-ray”, berasal dari istilah Jepang untuk “kecantikan”—dan langsung membawa mereka ke bawah naungan label miliknya di Amerika Serikat, Melodee. Di Jepang, distribusi ditangani oleh Avex. Ini menandai sebuah langkah besar, karena Bi-ray diposisikan bukan hanya sebagai grup pop lokal, melainkan sebagai artis global sejak hari pertama.
Single perdana mereka, “Butterfly”, bukan sekadar lagu pop biasa. Lagu ini diciptakan Yoshiki khusus untuk film laga-komedi Bride Hard yang dibintangi temannya, Rebel Wilson. “Butterfly” akan rilis bersamaan dengan film tersebut pada 20 Juni dan mengusung pesan tentang mimpi, harapan, dan keberanian—tema yang sangat relevan bagi perjalanan Bi-ray sendiri.
Baca Juga:
- Matamiyu, B-Girl Cilik Asal Indonesia yang Unjuk Gigi di Panggung Internasional Bersama Mega Crew Orlando
- Mengenal Ampo, Camilan Tanah Liat Diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda
- Meta X Oakley Rilis Kacamata Pintar HSTN dengan Fitur AI dan Kamera 3K
Menariknya, dalam proses rekaman, Yoshiki meminta setiap member menyanyikan seluruh lagu secara individual. Ia lalu memilih potongan-potongan terbaik untuk membangun versi final yang paling kuat secara emosional dan teknis. “Saya sengaja membuat lagu ini sulit dinyanyikan agar mereka bisa menantang batas vokal mereka. Tapi melodinya tetap harus menarik,” ungkapnya. Ini mencerminkan filosofi produksi Yoshiki: mengutamakan kualitas vokal yang tulus, bukan sekadar lagu dengan lapisan produksi canggih.
Michelle, sang member termuda yang berdarah Kanada dan fasih berbahasa Inggris, merasa bangga bisa dipilih Yoshiki. “Kami sangat senang, karena dia sosok yang sangat terkenal dan istimewa. Saat kami bernyanyi bersama, suara kami menyatu dengan sangat baik,” katanya.
Selain rekaman lagu, Bi-ray juga menjalani perjalanan internasional pertama mereka ke Los Angeles pada April lalu. Mereka dipercaya menyanyikan Lagu Kebangsaan di pertandingan Major League Baseball di Stadion Dodger—sebuah pengalaman monumental yang mengukuhkan posisi mereka sebagai artis pendatang baru dengan ambisi besar. Tak hanya itu, dua video musik untuk “Butterfly” juga direkam di sana, masing-masing menggambarkan sisi performa dan sisi sinematik yang terhubung dengan film Bride Hard. Semua video tersebut disutradarai atau disutradarai bersama oleh Yoshiki sendiri.
Yoshiki pun menjelaskan bahwa Melodee, label yang menaungi Bi-ray, tidak akan membatasi diri hanya pada genre pop. Ia membayangkan Melodee sebagai rumah kreatif untuk berbagai genre musik yang merefleksikan selera global yang semakin beragam. Dan Bi-ray adalah langkah awal dari visi besar tersebut.
Kini, para member Bi-ray telah menetapkan tujuan mereka dengan mantap. “Tujuan utama kami adalah menjadi artis global,” ujar Hinata. “Kami akan terus berlatih menyanyi dan menari, tampil sebanyak mungkin, dan menyebarkan lagu-lagu kami ke seluruh dunia.”
Dari sorotan panggung Kashō-ō hingga gemerlap Hollywood, perjalanan Bi-ray baru saja dimulai. Dengan Yoshiki sebagai mentor sekaligus produser, langkah mereka menuju puncak musik global bukan sekadar mimpi, tapi visi yang sedang terwujud.