Home Highlight Dragon Ball, Lebih dari Sekadar Anime, Ini Mesin Ekonomi Bernilai Miliaran Dolar

Dragon Ball, Lebih dari Sekadar Anime, Ini Mesin Ekonomi Bernilai Miliaran Dolar

413
0
Dragon Ball - sumber foto Chruncyroll
Dragon Ball - sumber foto Chruncyroll
ohbeauty.id

Hi Urbie’s! Kamu mungkin tumbuh bersama Goku dan kawan-kawan. Tapi tahukah kamu kalau Dragon Ball bukan cuma ikon budaya pop Jepang, melainkan juga raksasa ekonomi yang nilainya mencapai lebih dari $23 miliar? Franchise ini tidak hanya merajai layar kaca dan rak mainan, tapi juga menjadi tulang punggung industri hiburan Jepang, menciptakan ribuan lapangan kerja dan memperkuat kekuatan lunak Jepang di mata dunia.

Sejak awal kemunculannya, Dragon Ball telah menjelma menjadi lebih dari sekadar kisah petualangan para Saiyan. Ia menjangkau berbagai lini industri—mulai dari anime, video game, manga, action figure, hingga kolaborasi eksklusif dengan brand fashion dan otomotif dunia. Semua itu menyumbang miliaran yen ke perekonomian Jepang setiap tahunnya.

Ketika Dragon Ball Z Berakhir, Jepang Tak Siap Kehilangan

Setelah Dragon Ball Z tamat di era 1990-an, ada keresahan di balik layar industri hiburan Jepang. Serial yang sudah menjadi mesin uang ini tidak bisa begitu saja dihentikan. Maka lahirlah Dragon Ball GT—bukan semata untuk memuaskan fans, tapi untuk menjaga stabilitas ekonomi yang menggantungkan hidupnya pada franchise ini.

Dragon Ball GT memang sempat menuai pro dan kontra. Tapi terlepas dari itu, langkah menciptakan serial lanjutan menjadi bukti betapa pentingnya Dragon Ball dalam skala nasional. Ini bukan cuma soal cerita fiksi yang seru, melainkan soal ribuan pekerja kreatif, studio animasi, produsen mainan, hingga distributor global yang menggantungkan hidup dari kesuksesan Goku dan teman-temannya.

Dragon Ball dan Kekuatan Lunak Jepang

Urbie’s, pernah dengar istilah soft power? Dalam dunia geopolitik, ini adalah kemampuan suatu negara memengaruhi negara lain lewat budaya, nilai, dan daya tarik, bukan lewat kekuatan militer. Nah, Dragon Ball adalah contoh sempurna dari bagaimana Jepang mengekspor budayanya dan menciptakan pengaruh global yang luar biasa.

Banyak orang di luar Jepang pertama kali mengenal negeri Sakura bukan lewat sejarah atau politiknya, tapi lewat anime seperti Dragon Ball. Dari Amerika hingga Eropa, dari Timur Tengah hingga Asia Tenggara, tokoh-tokoh seperti Goku, Vegeta, dan Piccolo menjadi pintu masuk generasi muda ke dunia Jepang—mendorong minat pada bahasa, makanan, bahkan wisata.

Tak heran kalau pemerintah Jepang pun mengakui peran Dragon Ball dalam diplomasi budaya. Ia bukan hanya “kartun Jepang”, tapi aset nasional yang memperkuat citra Jepang di dunia internasional.

Baca Juga:

Ekonomi yang Bergantung pada Energi Ki

Di balik kekuatan Super Saiyan, ada kekuatan ekonomi yang tak kalah menggetarkan. Menurut riset terbaru, Dragon Ball menciptakan ekosistem finansial dengan rantai pasok yang panjang: mulai dari penerbit manga seperti Shueisha, studio animasi Toei Animation, developer game seperti Bandai Namco, hingga department store yang menjual merchandise eksklusif.

Berhentinya produksi Dragon Ball bukan cuma menyedihkan untuk penggemar. Ini bisa berdampak langsung pada ribuan pekerjaan dan miliaran yen yang berputar dalam industri ini. Tak heran jika pemerintah dan pelaku industri rela menghidupkan kembali seri ini dengan berbagai reboot, sequel, dan spin-off seperti Dragon Ball Super—semuanya demi menjaga ekosistem ekonomi tetap hidup.

Masa Depan Goku Masih Cerah

Melihat tren saat ini, Dragon Ball tampaknya akan terus bertransformasi mengikuti zaman. Dari manga cetak hingga anime digital, dari game konsol hingga mobile, bahkan hingga potensi hadir di metaverse, Goku dan kawan-kawan tak akan ke mana-mana.

Bahkan anak-anak generasi Alpha pun kini mulai mengenal Dragon Ball lewat platform seperti YouTube dan TikTok. Ini menandakan bahwa franchise ini tidak hanya sukses mempertahankan eksistensi, tapi juga berhasil melakukan regenerasi penggemar lintas generasi.

Bagi Jepang, Dragon Ball bukan cuma kebanggaan nasional, tapi juga bukti bahwa kekuatan cerita bisa menjadi tulang punggung ekonomi yang sesungguhnya.

Novotel Gajah Mada

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here