Hi Urbie’s! Pernahkah kamu merasa kata-kata bisa jadi pedang yang melukai—tapi juga bisa jadi pelukan yang menenangkan? Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, ternyata ada satu medium yang bisa menjadi “obat” bagi jiwa: sastra. Dan inilah yang dihadirkan oleh 1O1 Style Yogyakarta Malioboro dalam rangka menyambut Hari Sumpah Pemuda 2025 lewat acara inspiratif bertajuk “Menyulam Luka dengan Kata: Mind Programming dalam Sastra” pada 25 Oktober 2025 lalu.
Bertempat di Amerta Restaurant, acara Breakfast Talk ini dikemas secara hangat dan interaktif. Sambil menikmati sarapan pagi, para peserta diajak menyelami makna di balik kata-kata dan bagaimana bahasa bisa menjadi sarana refleksi diri. Acara ini menghadirkan dua sosok luar biasa di dunia literasi dan psikologi bahasa:
- Dwi Sutarjantono, seorang mind programmer, penulis, sekaligus Sekretaris Umum Satupena DKI Jakarta, dan
- Dr. Novi Siti Kussuji Indrastuti, M.Hum, Dosen FIB UGM sekaligus Ketua Komunitas Kagama Poetry Reading “Kata-Kata yang Menguatkan: Healing dengan Sastra.”
Sastra Sebagai Cermin Jiwa
Dalam suasana penuh kehangatan, Dwi Sutarjantono membuka diskusi dengan pesan mendalam. “Setiap kata yang terucap memiliki energi tersendiri yang dapat melukai, tapi juga bisa menyembuhkan,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa otak manusia cenderung menolak kalimat negatif, sehingga penggunaan kata positif sangat penting dalam proses penyembuhan diri. “Lewat sastra, kita belajar memahami makna di balik perasaan, dan berdamai dengan hal-hal yang tidak bisa selalu kita ucapkan secara langsung,” tambahnya.
Sementara itu, Dr. Novi menjelaskan bagaimana proses menulis dapat menjadi bentuk healing. “Ketika seseorang menulis, ia sedang menata ulang pikirannya. Hal yang semula berat bisa berubah menjadi sesuatu yang bisa diterima dan dibangun,” tuturnya. Ia juga menyoroti bahwa menulis kini tidak harus dalam bentuk buku atau puisi panjang. “Media sosial seperti Instagram atau TikTok juga bisa jadi wadah mengekspresikan diri. Yang penting adalah bagaimana kita mengubah energi dari luka menjadi karya,” tambahnya dengan senyum hangat.
Healing Lewat Sarapan dan Kata
Selama acara berlangsung, para tamu diajak untuk tidak sekadar mendengarkan, tapi juga ikut berinteraksi melalui sesi self-healing berbasis sastra—mulai dari menulis puisi, journaling, hingga berbagi pengalaman pribadi. Aktivitas sederhana ini membuka ruang refleksi, di mana setiap kata menjadi jembatan menuju kesadaran diri dan ketenangan batin.
Kehangatan diskusi semakin lengkap dengan kehadiran tokoh-tokoh penting seperti Mahyudin Almudra, SH. MM. MA dari Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, serta Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., Guru Besar Ilmu Sastra dan Gender FIB UGM sekaligus Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM.
Keduanya sepakat bahwa literasi dan humaniora adalah pilar penting dalam menjaga keseimbangan sosial. “Energi positif yang lahir dari sastra mampu melaraskan kehidupan,” ujar Prof. Wening dengan nada penuh makna.
Baca Juga:
- Selena Gomez Rilis Music Video “In The Dark,” Soundtrack Emosional untuk Serial Netflix Nobody Wants This Season 2
- Inilah 5 Kiat Main Padel untuk Pemula Wanita Agar Aman dan Anti Cedera
- Perjamuan di Ruang Kosong, Halloween Paling Mewah dan Misterius di Jantung Jakarta
Puisi, Musik, dan Semangat Pemuda
Menjelang akhir acara, suasana berubah menjadi lebih emosional ketika beberapa peserta membacakan puisi karya Dr. Novi. Disusul oleh musikalisasi puisi dari mahasiswa FIB UGM, yang berhasil menghidupkan kata-kata lewat alunan musik lembut. Dalam momen itu, terasa sekali bahwa sastra bukan hanya soal estetika—tapi juga soal empati, penyembuhan, dan persatuan.
Hospitality yang Menyentuh Jiwa
Menurut Yewina Titta, Director of Sales & Marketing 1O1 Style Yogyakarta Malioboro, kegiatan ini dirancang bukan sekadar sebagai event budaya, tapi juga ruang berbagi dan refleksi. “Kami ingin menghadirkan program yang bukan hanya menarik bagi tamu, tapi juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan jiwa,” ujarnya.
Sementara AR Atik Damarjati, Hotel Manager 1O1 Style Yogyakarta Malioboro, menegaskan bahwa Breakfast Talk ini menjadi bagian dari komitmen hotel untuk menghadirkan pengalaman hospitality yang lebih bermakna. “Kami ingin para tamu tidak hanya menikmati sarapan, tetapi juga membawa pulang semangat baru—tentang pentingnya berdamai dengan diri sendiri dan mengisi hidup dengan energi positif,” jelasnya.
Bahasa yang Menyatukan Bangsa
Di akhir acara, semua yang hadir seolah sepakat bahwa kata-kata memiliki kekuatan sosial yang luar biasa—mampu melukai, menyembuhkan, bahkan menyatukan bangsa. Melalui Breakfast Talk ini, 1O1 Style Yogyakarta Malioboro berhasil membuktikan bahwa perayaan Hari Sumpah Pemuda tak melulu harus dengan seremoni megah. Kadang, cukup dengan secangkir kopi, sepiring sarapan, dan sepenggal puisi—jiwa bisa sembuh, semangat bisa tumbuh, dan Indonesia bisa kembali bersatu lewat bahasa yang indah.





















































