Home Lifestyle Air, Warna, dan Cerita Keindahan yang Mengalir di Pameran Indonesia Watercolor Summit...

Air, Warna, dan Cerita Keindahan yang Mengalir di Pameran Indonesia Watercolor Summit 2025

182
0
Karya lukisan di Indonesia Watercolor Summit 2025 - sumber foto IWCS
Karya lukisan di Indonesia Watercolor Summit 2025 - sumber foto IWCS
Urbanvibes

Hi Urbie’s! Pernahkah kamu berdiri di depan lukisan, lalu merasa seperti sedang diajak bicara tanpa satu kata pun terucap? Itulah yang terjadi saat kamu melangkah ke dalam ruang pameran Indonesia Watercolor Summit (IWCS) 2025. Setiap sapuan kuas di atas kertas bukan sekadar warna, melainkan percakapan—antara karya dan penonton, antara air dan cahaya, antara dunia nyata dan imajinasi.

Pameran ini terasa seperti perjalanan melintasi dunia. Di satu sisi, kamu akan menemukan laut dan kapal yang tampak berlabuh dalam keheningan mendung. Di sisi lain, ada pasar yang riuh, kota tua yang hidup kembali, hingga potret-potret manusia yang seolah berbicara lewat tatapan matanya. Semua diikat oleh satu bahasa yang cair dan jujur: watercolor.

Dari Laut ke Langit: Ketika Air Menjadi Metafora Hidup

Coba tengok “Cloudy Harbor” karya Javid Tabai. Sebuah kapal besar berdiri di dermaga di bawah langit kelabu. Dalam transparansi lembut cat airnya, kamu bisa merasakan ketegangan antara keberangkatan dan kepulangan. Sementara “Vacation” dan “Turquoise Dream” karya Anastasia Petryaeva menggambarkan manusia yang berenang di air jernih, menggambarkan kedamaian, kebebasan, dan refleksi diri.

Air di tangan para pelukis IWCS bukan hanya objek, tapi simbol kehidupan yang terus mengalir—kadang tenang, kadang bergelora. Ia menjadi medium eksistensial, seperti yang ditunjukkan Maksim Mishin dalam “Trubezh River”, di mana air bukan sekadar latar, melainkan napas dari keseluruhan lukisan.

Menyusuri Kota dan Sejarah yang Bernapas

Tak hanya tentang laut dan air, beberapa seniman membawa kita ke dalam lanskap kota yang kaya sejarah. “Old Jakarta” karya Irina Kulemina memotret Museum Fatahillah dalam suasana romantis nan suram. Bayangan orang-orang yang melintas menjadikan bangunan tua itu terasa hidup—sebuah organisme yang masih bernapas di tengah zaman modern.

Sementara “Semarang Chinatown Morning Market” karya Dony Hendro Wibowo menangkap hiruk-pikuk kehidupan pasar dengan detail menawan. Dari kendaraan yang berlalu hingga tumpukan belanjaan, setiap detail terasa nyata. Ada juga “Venice Sunset” karya Natalia Dmitrieva, yang membawa kita ke kanal romantis Eropa dengan sentuhan lembut khas cat air. Semua karya ini adalah surat cinta bagi ruang-ruang urban yang menjadi saksi perjalanan manusia.

Old Jakarta karya IRINA KULEMINA - sumber foto IWCS
Old Jakarta karya IRINA KULEMINA – sumber foto IWCS

Baca Juga:

Keheningan di Balik Benda dan Kehidupan Rumah Tangga

Tak kalah menarik, bagian still life dari pameran ini menawarkan perspektif baru. Natalia Pilipiuk menampilkan “Watermelon Freshness” dan “Coconuts” dengan detail yang menggugah rasa haus di tengah suasana tropis. Lalu ada “Domestic Issues” karya Syakieb Sungkar, yang menghadirkan tumpukan piring kotor sebagai simbol urusan rumah tangga yang tak pernah selesai. Sebuah metafora sederhana namun dalam tentang keseharian manusia modern.

Amie Dupuy menghadirkan “Bird in Paradise”, melukis bulu-bulu dengan ketekunan luar biasa hingga tampak hidup. Icka Gavrilla, di sisi lain, bermain dengan imajinasi melalui pot bunga yang ‘menumbuhkan’ kepala burung dari bunga pisang—seolah alam dan fantasi menyatu dalam satu bingkai.

Wajah, Identitas, dan Cerita yang Mengalir dari Dalam Diri

Karya figuratif kontemporer memberi warna yang berbeda dalam pameran ini. Julia Camara, misalnya, melalui “Pisces”, menggabungkan wajah perempuan dengan ikan koi—menciptakan simbol astrologi dan spiritualitas Asia. Veynie Vokke lewat “Tea Time at Home” memadukan teknik realistik dan elemen simbolis, menyingkap sisi lembut dari kehidupan sehari-hari perempuan.

Di sinilah watercolor menampilkan sifatnya yang paling manusiawi: lembut tapi kuat, rapuh tapi jujur. Setiap goresan menggambarkan identitas, psikologi, dan keresahan generasi modern yang hidup di antara realitas dan dunia digital.

Energi yang Menggelegak: Dari Kuda hingga Gerak Kehidupan

Dan ketika kamu berpikir watercolor hanya tentang keheningan, datanglah “The Spirit of Buzkashi” karya Sareh Mohebeian. Lukisan ini menggambarkan permainan tradisional Asia Tengah yang penuh energi dan ketegangan. Kuda dan penunggangnya beradu cepat, debu berterbangan, dan cat air menangkap gerak itu dengan keindahan tak terduga. Dari sinilah pameran ini memperlihatkan bahwa watercolor bisa sekuat medium lainnya—menyampaikan kekuatan, tradisi, dan semangat.

Pameran IWCS 2025 bukan hanya soal teknik, tapi soal cerita manusia. Ia mengalir seperti sungai yang menelusuri berbagai lanskap: dermaga, kota, rumah, wajah, hingga padang kuda. Setiap lukisan adalah fragmen kehidupan, dan bersama-sama mereka membentuk satu narasi besar tentang kemanusiaan.

Seperti air yang selalu menemukan jalannya, seni pun mengalir melintasi batas budaya dan generasi. Dan di tangan para seniman IWCS, cat air menjadi bahasa universal—lembut tapi tegas, sederhana tapi mendalam.

Novotel Gajah Mada

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here