Hi Urbie’s, kamu pasti pernah dengar celetukan ini di media sosial: “Donatur dilarang ngatur.” Sekilas lucu, tapi kalimat ini ternyata menyimpan makna dalam soal hubungan percintaan zaman sekarang. Fenomena ini lagi ramai banget dibahas, khususnya di kalangan Gen Z yang makin vokal soal batasan dalam relasi.
Kalimat “donatur dilarang ngatur” awalnya muncul sebagai respons sarkastik terhadap pasangan yang merasa berhak mengontrol hidup pacarnya hanya karena sering memberi bantuan materi, mulai dari traktiran, kado mewah, sampai subsidi gaya hidup. Tapi di balik itu, ada pertanyaan serius: emang bener kalau udah bantuin, boleh ikut atur-atur hidup pasangan?
Romantis Bukan Transaksional
Cinta itu soal rasa, bukan transaksi. Tapi kenyataannya, banyak yang masih menjadikan uang sebagai senjata buat dapat kontrol. Ada cowok yang merasa sah melarang pacarnya nongkrong bareng temen cowok karena dia yang “bayarin semuanya”. Atau cewek yang ngerasa berhak minta laporan 24 jam karena udah “support dia dari nol”.
Baca Juga:
- Santai Tapi Waspada: Jurus Anak Muda Hadapi Badai PHK!
- Desserto, Kulit Vegan dari Kaktus yang Siap Mengubah Dunia Fashion
- Disney Gandeng Miral Bangun Taman Hiburan Baru di Abu Dhabi!
Urbie’s, ini nih yang jadi sorotan. Hubungan yang sehat itu dibangun dari rasa percaya dan komunikasi, bukan dari saldo rekening atau hadiah mahal. Kalau hubungan berubah jadi kayak crowdfunding, di mana yang nyumbang merasa punya hak menentukan arah, itu bukan cinta—itu investasi berbalut emosi.
Generasi Z dan Batasan Sehat
Salah satu alasan kenapa frasa ini viral adalah karena anak muda sekarang makin sadar pentingnya boundaries. Gen Z udah nggak malu buat bilang “stop” kalau merasa dikontrol. Mereka berani pasang batas, walaupun itu berarti kehilangan seseorang yang selama ini jadi “penolong” secara finansial.
Dalam dunia percintaan, kebebasan memilih tetap harus dihargai, meski satu pihak berkontribusi lebih banyak secara materi. Donasi dalam hubungan—baik berupa waktu, perhatian, atau uang—nggak serta-merta bikin kita bisa mengatur hidup orang lain.
Red Flag Berkedok Kebaikan
Nah, yang tricky itu saat kontrol disamarkan jadi kebaikan. “Aku cuma peduli, makanya aku nggak mau kamu pergi malam-malam”, atau “Aku udah kasih kamu semua yang kamu mau, masa kamu nggak nurut sih?”. Kedengeran manis, tapi sebenarnya manipulatif.
Fenomena “donatur dilarang ngatur” jadi bentuk perlawanan terhadap dinamika toxic kayak gini. Ini jadi pengingat bahwa membantu pasangan itu pilihan, bukan tiket VIP buat mengatur hidup mereka.
Bijak Dalam Memberi
Kalau kamu merasa jadi ‘donatur’ dalam hubunganmu, pastikan niatnya tulus, bukan buat dapet kontrol balik. Dan kalau kamu ada di posisi yang sering dibantu, jangan ragu buat pasang batas sehat. Karena dalam hubungan yang sehat, kontribusi itu bukan alat tukar kekuasaan, tapi bentuk kasih sayang yang ikhlas.
“Donatur dilarang ngatur” mungkin terdengar seperti lelucon, tapi sebenarnya ini cermin dari kesadaran baru anak muda soal relasi yang sehat. Jadi Urbie’s, yuk belajar mencintai tanpa mengikat, memberi tanpa mengatur, dan menerima tanpa merasa terikat utang. Karena cinta yang dewasa adalah cinta yang bebas, bukan cinta yang dibeli.