Hi Urbie’s! Meski kalender menunjukkan kita masih berada di musim kemarau, tapi langit dan tanah bercerita lain. Hujan deras masih sering turun di sejumlah wilayah Indonesia. Fenomena ini bukanlah anomali tanpa penjelasan, melainkan kondisi alam yang disebut sebagai kemarau basah. Dan menurut prediksi resmi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau basah ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga Agustus 2025.
Kondisi ini membuat banyak daerah mengalami hujan intensitas sedang hingga tinggi, padahal secara periode, Indonesia seharusnya sedang menikmati hari-hari cerah khas kemarau. Lalu, apa sih sebenarnya yang menyebabkan fenomena ini terjadi?
kemarau Antara Langit Mendung dan Musim yang Bingung
Bayangkan begini, Urbie’s: kamu sudah siap-siap mau keluar pakai outfit musim kemarau—baju tipis, kacamata hitam, dan sepatu kain. Tapi tiba-tiba langit gelap, angin bertiup kencang, dan hujan mengguyur tanpa ampun. Gagal gaya, basah kuyup, dan masuk angin. Nah, that’s kemarau basah for you!
Menurut BMKG, kemarau basah terjadi akibat kombinasi beberapa faktor atmosfer yang kompleks, termasuk pengaruh dari perubahan iklim global. Salah satu pemicunya adalah fenomena La Nina ringan atau kondisi suhu permukaan laut di Samudera Pasifik yang lebih dingin dari biasanya. Hal ini memperkuat pembentukan awan hujan di wilayah tropis, termasuk Indonesia.
Ditambah lagi dengan sirkulasi angin monsun yang membawa uap air dari lautan secara terus-menerus ke wilayah daratan. Hasilnya? Cuaca jadi tidak stabil, dan hujan masih setia mampir meski seharusnya kita sudah menyimpan payung dalam lemari.
Siap-Siap, Ini Dampaknya ke Kehidupan Sehari-hari
Urbie’s, jangan anggap remeh ya kemarau basah ini. Meskipun tidak seekstrem musim hujan pada umumnya, intensitas dan frekuensi hujan yang muncul di luar prediksi bisa menimbulkan berbagai dampak.
Mulai dari banjir lokal di wilayah dengan drainase buruk, kerusakan tanaman pertanian yang seharusnya panen di musim kemarau, hingga peningkatan risiko penyakit seperti flu, demam berdarah, dan leptospirosis. Belum lagi, cuaca lembap dan mendung terus-menerus juga bisa berdampak pada kesehatan mental lho—mood swing dan produktivitas bisa menurun karena sinar matahari yang minim.
Baca Juga:
- Manekin Salto & Jas Anti Sobek: Kampanye Iklan Jepang yang ‘Out Of The Box’!
- Live-Action ‘Lilo & Stitch’ Tuai Pujian: Paling Menyentuh dan Terbaik dari Disney Sejauh Ini!
- Angelina Jolie Bersinar di Festival Film Cannes 2025: Suarakan Pentingnya Sinema Global dan Kemanusiaan
Di sisi lain, sektor pariwisata dan transportasi juga bisa terganggu. Wisata alam seperti pantai atau pendakian gunung yang biasanya ramai saat kemarau bisa sepi karena kondisi tidak aman. Bahkan, jadwal penerbangan atau transportasi laut bisa terganggu akibat cuaca yang tidak menentu.
Tips Bertahan di Tengah Cuaca kemarau Yang Galau
Nah, karena BMKG sudah memperkirakan kemarau basah ini akan bertahan sampai Agustus 2025, yuk siapkan langkah cerdas untuk menghadapinya!
- Selalu cek prakiraan cuaca dari BMKG atau aplikasi terpercaya sebelum beraktivitas di luar ruangan.
- Sedia payung dan jas hujan di tas atau kendaraan—anggap saja aksesoris wajib musim ini.
- Rawat imun tubuh dengan makan bergizi, cukup tidur, dan olahraga ringan.
- Pastikan saluran air di rumah lancar, supaya terhindar dari banjir mendadak.
- Jaga suasana hati, misalnya dengan memanfaatkan pencahayaan alami di rumah atau konsumsi vitamin D jika diperlukan.
Saatnya Berdamai dengan Langit
Urbie’s, kita memang tidak bisa mengatur langit. Tapi kita bisa mengatur cara kita menyikapinya. Kemarau basah bukan akhir dunia, tapi sinyal bahwa perubahan iklim adalah nyata dan kita harus mulai lebih peduli terhadap lingkungan.
Dengan cuaca yang makin tidak menentu, penting bagi kita untuk menyesuaikan gaya hidup—lebih fleksibel, adaptif, dan tentu saja peduli terhadap perubahan sekitar. Karena siap atau tidak, bumi sedang berubah, dan kita harus berubah bersama-sama.
So, tetap semangat meski cuaca sering galau, ya! Stay safe, stay dry, and stay stylish, Urbie’s!
