Hi Urbie’s! Ada kabar menggembirakan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang layak kita sambut dengan optimisme. Pada Maret 2025, BPS ungkap jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebanyak 23,85 juta orang, atau sekitar 8,47% dari total populasi nasional. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana tercatat 25,22 juta orang masih berada dalam garis kemiskinan. Artinya, selama satu tahun terakhir, sekitar 1,37 juta orang berhasil keluar dari jerat kemiskinan.
Namun, sebelum kita terlalu cepat bertepuk tangan, ada baiknya kita tengok lebih dalam. Garis kemiskinan sendiri pada Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, meningkat dari Rp562.932 pada Maret 2024. Artinya, seseorang dikategorikan miskin apabila pengeluarannya di bawah angka tersebut. Kenaikan ini tidak hanya mencerminkan inflasi atau biaya hidup yang makin tinggi, tapi juga standar kelayakan hidup yang terus berkembang.
Bila kita melihat lebih dekat berdasarkan wilayah, kemiskinan di desa masih jadi tantangan besar. Di perdesaan, persentase penduduk miskin mencapai 11,03%, jauh lebih tinggi dibanding wilayah perkotaan yang berada di angka 6,73%. Gap ini menunjukkan bahwa pembangunan dan akses ekonomi belum sepenuhnya merata, khususnya di kawasan luar kota.
Baca Juga:
- Soundtrack Superman 2025 Dibalut Keroncong, Tujuh Putri Tunjukkan Musik Indonesia Bisa Mendunia
- HUT RI ke-80 Resmi Diluncurkan, Logo Infinity & Tema “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”
- Belum Tayang Musim ke-2, Netflix Sudah Siapkan “Wednesday” Season 3!
Lalu bagaimana dengan ketimpangan? BPS mencatat bahwa rasio gini Indonesia pada Maret 2025 adalah 0,375. Rasio ini menurun tipis dibandingkan September 2024 (0,381) dan Maret 2024 (0,379). Rasio gini sendiri mengukur kesenjangan pengeluaran masyarakat—semakin tinggi angkanya, semakin timpang kondisi ekonomi antargolongan. Jadi, penurunan ini tentu kabar baik, meski masih banyak ruang untuk perbaikan.
Fenomena ini menunjukkan dua sisi koin. Di satu sisi, kita patut bersyukur bahwa jumlah penduduk miskin berkurang dan ketimpangan mulai menurun. Namun di sisi lain, tantangan kemiskinan di perdesaan serta kenaikan garis kemiskinan jadi alarm agar kebijakan sosial dan ekonomi semakin inklusif.
Bagi kita, Urbie’s, ini bukan cuma statistik. Ini tentang bagaimana negara ini memperjuangkan kesejahteraan tiap individunya, termasuk mereka yang masih berjuang di batas bawah. Jadi, mari kita kawal bersama agar upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan terus berjalan, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.