Hi Urbie’s!
Punya adik atau keponakan yang suka main Roblox? Yuk, simak baik-baik kabar terbaru dari dunia pendidikan kita. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, baru-baru ini menyampaikan imbauan yang cukup penting: anak-anak SD sebaiknya tidak memainkan game Roblox. Kenapa ya?
Menurut Abdul Mu’ti, Roblox mengandung banyak adegan kekerasan yang berpotensi memengaruhi cara berpikir dan bertindak anak-anak. Di usia sekolah dasar, anak-anak masih berada dalam tahap perkembangan kognitif yang belum mampu membedakan secara matang antara adegan fiksi dalam game dan kenyataan. “Di tingkat SD, tingkat intelektualitasnya belum mampu membedakan mana adegan nyata dan rekayasa,” ujar Mu’ti.
Yang bikin khawatir, Urbie’s, adalah fakta bahwa anak-anak di usia ini dikenal sebagai peniru ulung. Apa yang mereka lihat, bisa dengan cepat mereka tiru tanpa menyaring terlebih dahulu apakah hal itu pantas atau tidak dilakukan di dunia nyata. Jadi, kalau dalam game mereka melihat aksi kekerasan atau perilaku agresif, mereka bisa saja meniru itu dalam kehidupan sehari-hari—baik saat bermain, di sekolah, atau bahkan di rumah.
Baca Juga:
- Takeru Satoh Resmi Gabung TikTok, Pamer Proyek Ambisius ‘Glass Heart’ yang Tayang di Netflix!
- Di Balik Gemerlap Korea, Tingkat Bunuh Diri Peringkat Tertinggi Tapi Harapan Hidup Tetap Tinggi
- 600 Tahun Diam, Gunung Krasheninnikov Bangkit Usai Gempa Kamchatka
Game seperti Roblox memang menawarkan dunia virtual yang luas dan seru, tapi tak jarang pula menyelipkan konten yang belum tentu cocok untuk anak-anak. Meski ada fitur parental control dan pengawasan usia, nyatanya tak semua orang tua memahami cara menggunakannya dengan optimal. Karena itu, Mu’ti mengajak semua pihak—baik orang tua, guru, maupun masyarakat umum—untuk lebih bijak dalam memperkenalkan teknologi dan hiburan digital pada anak.
Apalagi di masa sekarang, di mana anak-anak banyak menghabiskan waktu di depan layar, penting banget untuk memfilter apa saja yang mereka akses. Pemerintah bukan melarang tanpa alasan, melainkan untuk menjaga masa depan anak-anak agar tumbuh dengan mental dan karakter yang sehat. Kekhawatiran ini bukan berarti anak tidak boleh bermain game sama sekali, lho. Tapi lebih kepada memilih jenis game yang sesuai dengan usia dan nilai-nilai positif.
Nah, buat para orang tua muda dan kakak-kakak kece seperti kalian, yuk mulai lebih sadar dan peduli dengan apa yang dimainkan oleh adik atau anak di rumah. Daripada mereka asyik dengan game yang berpotensi memicu tindakan negatif, lebih baik arahkan ke permainan edukatif yang tak kalah seru dan bisa menunjang perkembangan mereka.
Jadi, bagaimana Urbie’s? Siap jadi bagian dari generasi yang peduli dan kritis terhadap konsumsi digital anak-anak Indonesia?


















































