Hi Urbie’s! Di tengah derasnya arus globalisasi, mungkin kamu sering mendengar kabar kalau banyak tradisi lokal mulai terlupakan. Tapi kali ini, ada cerita inspiratif yang membuktikan kalau generasi muda justru bisa jadi penyelamat budaya. Namanya Fania Az Zahra, mahasiswi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, yang berhasil membuat takjub lewat tarian unik dengan balutan kostum genderuwo buatan tangannya sendiri.
Tari Genderuwo: Antara Mistis dan Artistik
Saat pertama kali naik ke panggung, Fania sudah berhasil mencuri perhatian. Kostum genderuwo dari kain goni yang ia kenakan bukan sekadar atribut, tapi bagian dari karakter reog wayang Bantul—salah satu tradisi yang kini jarang ditemui. Rambut gimbal, ekspresi wajah yang penuh tenaga, serta gerakan tariannya yang bertenaga membuat karakter genderuwo seakan hidup kembali.
Yang menarik, Fania nggak cuma mempertahankan sisi tradisional. Ia memadukan tarian ini dengan musik modern, sehingga penampilan terasa segar dan relevan dengan anak muda zaman sekarang. Perpaduan mistis dan modern inilah yang bikin penonton terpesona, seolah-olah sedang melihat budaya lama dikemas ulang untuk masa kini.
Lebih dari Sekadar Nilai Akademik
Proyek ini sebenarnya bagian dari tugas kampus. Tapi bagi Fania, tarian ini jauh lebih besar daripada sekadar nilai. Ia melihat penampilannya sebagai upaya pelestarian budaya, sesuatu yang penting di saat banyak tradisi perlahan menghilang.
Fania membuktikan bahwa warisan budaya tidak harus kaku. Ia bisa beradaptasi, berdialog dengan zaman, dan tetap relevan tanpa kehilangan akar. Melalui langkah berani ini, Fania berhasil menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.
Fania Az Zahra Kreativitas yang Menginspirasi
Urbie’s, coba bayangkan. Mahasiswi seusia Fania, yang bisa saja lebih memilih menari dengan tren populer, justru memilih jalan berbeda. Ia menggali tradisi lokal, lalu memberinya sentuhan baru agar bisa dinikmati generasi sekarang. Ini bukan sekadar keberanian, tapi juga bentuk komitmen terhadap seni dan budaya.
Kreativitas seperti ini menunjukkan kalau pelestarian budaya tidak harus dilakukan dengan cara yang kaku. Justru ketika seni lokal dipadukan dengan inovasi, ia akan terasa lebih dekat dengan masyarakat modern.
Baca Juga:
- Nada Tarina Putri, Perjalanan Sembuh dari Operasi Scoliosis, dari Air Mata hingga Rasa Syukur
- Film The Strangers: Chapter 2 (2025) – Teror Bertopeng Kembali Hantui Maya, Kali Ini Lebih Brutal
- Tiara Andini Umumkan Album Baru Edelweiss, Rilis 17 Oktober 2025
Apresiasi dari Artsy Community
Karya Fania ini juga mendapat perhatian dari Artsy Community, sebuah ruang yang mendukung seniman muda dan karya-karya kreatif mereka. Menurut Artsy Community, apa yang dilakukan Fania adalah contoh nyata bagaimana seni lokal bisa jadi kekuatan besar jika terus didukung.
“Di Artsy Community, kami sangat mengagumi komitmen dan kreativitas seperti ini. Kami percaya, seni lokal adalah kekuatan terbesar yang perlu terus kita rayakan,” tulis mereka.
Pernyataan ini menegaskan kalau karya seni bukan hanya milik individu, tapi juga bagian dari komunitas yang lebih luas. Dukungan komunitas bisa menjadi energi tambahan bagi generasi muda untuk terus berkarya dan menjaga budaya.
Fania Az Zahra Generasi Muda, Penjaga Warisan
Kisah Fania jadi pengingat buat kita semua, khususnya generasi muda. Budaya memang diwariskan, tapi menjaga dan menghidupkannya kembali adalah tanggung jawab bersama. Melalui karya seperti tarian genderuwo ini, kita belajar bahwa tradisi bisa tampil keren dan relevan kalau ada yang berani mengemasnya dengan cara baru.
Fania memberi contoh bahwa menjaga budaya tidak harus membosankan. Justru ketika kita kreatif, budaya akan jadi sesuatu yang membanggakan sekaligus menghibur.
Fania Az Zahra Seni sebagai Jembatan
Pada akhirnya, seni memang punya kekuatan besar sebagai jembatan. Ia mampu menghubungkan masa lalu dengan masa kini, menggabungkan nilai tradisi dengan inovasi, sekaligus mengikat komunitas untuk terus tumbuh bersama.
Fania telah membuktikan itu semua. Dari kain goni yang sederhana, lahirlah sebuah kostum yang membawa kembali karakter genderuwo. Dari panggung kecil, tercipta pesan besar tentang betapa berharganya budaya lokal kita.
Ayo, Urbie’s, Rayakan Budaya Lokal!
Di balik cerita Fania, ada pesan penting buat kita semua: jangan tunggu tradisi hilang untuk mulai peduli. Kita bisa mulai dari langkah kecil, seperti menonton pertunjukan seni lokal, mendukung karya kreatif anak muda, atau bahkan mencoba mengenal lebih dekat budaya daerah kita sendiri.
Fania Az Zahra sudah memulai langkah besarnya. Sekarang, giliran kita untuk ikut menjaga dan merayakan budaya yang kita miliki. Karena pada akhirnya, identitas kita sebagai bangsa akan selalu terikat pada seni dan tradisi.