
Hai Urbie’s, isu krisis iklim yang makin nyata, kini muncul ancaman lain yang lebih senyap: hujan mikroplastik. Sebuah studi terbaru mengungkap, setiap tetes hujan yang membasahi Ibu Kota ternyata mengandung mikroplastik berukuran antara 500 hingga 1.000 mikrometer. Partikel plastik halus ini merupakan hasil degradasi dari sampah yang kita buang sendiri—mulai dari kantong kresek, botol minuman, hingga serat sintetis dari pakaian.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dari total 31,9 juta ton sampah nasional pada tahun 2023, sekitar 6,8 juta ton di antaranya adalah plastik. Sebagian besar tak pernah benar-benar hilang. Mereka hanyut ke laut, terbawa angin, atau terurai menjadi partikel kecil yang akhirnya kembali turun bersama hujan.
Riset dari Universitas Sriwijaya mengungkap fakta mencengangkan: emisi mikroplastik di Teluk Jakarta mencapai 3,68 × 10⁹ partikel setiap hari. Partikel ini terbawa angin ke atmosfer, lalu jatuh lagi bersama hujan. Temuan serupa datang dari kajian IPB University, yang menyebutkan bahwa meski hujan membantu menurunkan polusi udara, ia juga menjadi medium penyebaran plastik ke tanah dan air. “Apa yang kita buang hari ini, kembali menghujani kita besok,” kata salah satu peneliti yang terlibat dalam studi tersebut.
Baca Juga:
- Katak Beracun Terkecil di Dunia Ditemukan di Hutan Bambu Amazon
- CEO Buttonscarves Linda Anggrea Masuk Daftar BoF 500 Sosok Paling Berpengaruh Dunia Fashion 2025
- Menstruasi Bukan Tabu: Yuk, Edukasi Remaja Sejak Dini!
Dampak dari fenomena ini tidak bisa dianggap remeh. Mikroplastik kini ditemukan di mana-mana—dari laut, udara, hingga di tubuh manusia. Rata-rata, manusia kini mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik setiap bulan, setara dengan tiga kartu kredit yang “tak sengaja” masuk ke dalam tubuh. Greenpeace Indonesia bahkan memperingatkan bahwa 7,86 juta ton sampah plastik pada 2023 telah mencemari udara, tanah, dan makanan, menekan kehidupan para nelayan dan petani yang bergantung pada ekosistem bersih.
Masalah ini bukan hanya tentang lingkungan, tapi juga tentang manusia. Hujan yang seharusnya menyuburkan bumi kini justru membawa racun dari langit—sebuah pengingat bahwa dosa plastik yang kita ciptakan, kembali jatuh setetes demi setetes. Pemerintah kini didesak untuk mempercepat pelarangan mikroplastik primer, memperkuat sistem daur ulang nasional, dan memperluas edukasi publik tentang bahaya plastik sekali pakai.
Namun, perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Dari kebiasaan membawa tumbler sendiri, menolak sedotan plastik, hingga memilih produk ramah lingkungan. Sebab pada akhirnya, langit yang kita kotorin, akan menurunkan apa yang pantas kita terima.
Jadi, Urbie’s, lain kali saat hujan turun di Jakarta, mungkin ada baiknya kita bertanya dalam hati—apa yang sebenarnya sedang membasahi bumi ini? Air kehidupan, atau sisa kelalaian kita sendiri?