Home Highlight Indonesia Jadi Negara Paling “Flourishing” di Dunia Versi Harvard — Rahasianya Ada...

Indonesia Jadi Negara Paling “Flourishing” di Dunia Versi Harvard — Rahasianya Ada pada Cara Kita Hidup

149
0
Indonesia Jadi Negara Paling “Flourishing” - sumber foto Meta Ai
Indonesia Jadi Negara Paling “Flourishing” - sumber foto Meta Ai
Urbanvibes

Hi Urbie’s!, siapa sangka di tengah hiruk-pikuk berita negatif, tekanan hidup modern, dan tantangan ekonomi, Indonesia justru dinobatkan sebagai negara dengan tingkat kesejahteraan psikologis (flourishing) tertinggi di dunia? Bukan Amerika Serikat, bukan Inggris, bukan Jepang.
Indonesia nomor satu.

Temuan ini bukan dari survei abal-abal, melainkan hasil riset besar dari Universitas Harvard dalam studi bertajuk Global Flourishing Study, yang dipublikasikan di jurnal bergengsi Nature Mental Health. Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 203 ribu responden dari 22 negara, menganalisis tujuh indikator penting: kesehatan, kebahagiaan, tujuan hidup, karakter, hubungan sosial, stabilitas finansial, dan spiritualitas.

Hasilnya?
Indonesia mencetak skor 8,3 — tertinggi di dunia.
Disusul Israel (7,87), Meksiko (7,64), Polandia (7,55), dan Amerika Serikat jauh di posisi ke-12. Inggris bahkan berada di peringkat 20, sementara Jepang berada di dasar daftar dengan skor 5,89.

Temuan ini mengejutkan banyak pihak. Tapi ketika ditelusuri lebih dalam, jawabannya ternyata sederhana:
kita unggul di hal-hal yang tak bisa dibeli.

Harvard: Kesejahteraan Tidak Melulu Tentang Uang

Menurut para peneliti Harvard, kesejahteraan psikologis tidak hanya bergantung pada kekayaan atau fasilitas modern. Negara-negara maju memang unggul dalam aspek finansial dan stabilitas struktural, namun banyak yang justru lemah dalam hal makna hidup, hubungan sosial, dan spiritualitas.

Dalam studi ini, indikator “flourishing” bukan sekadar apakah seseorang punya tabungan, asuransi, atau akses layanan kesehatan. Lebih dari itu, penilaiannya menyentuh area yang membentuk kehidupan manusia secara utuh:
Apakah seseorang merasa hidupnya bermakna?
Apakah ia merasa dicintai dan dekat dengan orang lain?
Apakah ia memiliki tujuan dan prinsip moral yang menuntun hidupnya?

Dan di sinilah Indonesia bersinar terang.

Kekuatan Tak Kasat Mata: Hangatnya Relasi Sosial Orang Indonesia

Urbie’s!, ini bukan sekadar klise.
Penelitian Harvard menemukan bahwa kerapatan relasi sosial adalah faktor kunci yang mendorong skor Indonesia melesat. Masyarakat kita cenderung punya jaringan sosial yang kuat — keluarga besar yang saling dekat, komunitas warga yang aktif, budaya gotong royong, hingga kebiasaan saling membantu tanpa diminta.

Nilai-nilai inilah yang menjadi pondasi karakter pro-sosial Indonesia. Dari sikap ramah kepada orang asing, humor yang bikin hidup terasa ringan, sampai kebiasaan sederhana seperti saling sapa atau berbagi makanan — semua itu membuat orang merasa terhubung.

Rasa memiliki ini menciptakan stabilitas emosional yang tidak selalu ditemukan di negara-negara super maju, tempat banyak orang berjuang melawan kesepian meski hidup dalam fasilitas serba lengkap.

Baca Juga:

Spiritualitas Tinggi Jadi Pendorong Utama

Selain hubungan sosial, spiritualitas juga berperan besar dalam pencapaian Indonesia.
Peneliti menyoroti bahwa masyarakat Indonesia — lintas agama dan budaya — umumnya memiliki kehidupan spiritual yang aktif. Dalam konteks penelitian modern, spiritualitas tidak hanya merujuk pada agama, tetapi pada rasa keterhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

Spiritualitas memberikan makna, harapan, dan ketenangan. Di banyak negara maju, aspek ini justru semakin menipis seiring gaya hidup individualistik.

Dengan kombinasi relasi sosial yang akrab dan spiritualitas yang hidup, Indonesia punya modal emosional yang tak tertandingi.

Kontras dengan Jepang yang Berada di Peringkat Terbawah

Di sisi lain, Jepang justru ditemukan berada di peringkat paling bawah dari 22 negara, dengan skor 5,89.
Peneliti menjelaskan bahwa ini terkait dengan minimnya hubungan interpersonal dan lemahnya dukungan emosional dalam lingkungan sosial Jepang. Meski sangat maju secara finansial dan teknologi, masyarakat Jepang sering menghadapi tekanan budaya, tingkat kesepian tinggi, dan kurangnya ekspresi emosional dalam hubungan sehari-hari.

Temuan ini selaras dengan berbagai laporan tentang fenomena hikikomori, tingkat bunuh diri, serta budaya kerja ekstrem yang masih menghantui negara tersebut.

Kontras antara Indonesia dan Jepang menunjukkan satu hal penting:
kemajuan ekonomi tidak otomatis menciptakan kesejahteraan psikologis.

Pelajaran Besar dari Data Harvard: Bahagia Itu Soal Koneksi, Bukan Konsumsi

Urbie’s!, temuan ini bukan hanya prestasi, tapi juga pengingat.
Bahwa sebagai bangsa, kekuatan kita ada pada rasa kebersamaan — sesuatu yang sehari-hari kita anggap biasa: ngobrol di warung, bercanda dengan tetangga, saling mendoakan, berbagi cerita di meja makan, dan gotong royong saat ada hajatan atau musibah.

Nilai-nilai inilah yang menjadikan Indonesia berada di puncak daftar negara paling flourishing di dunia.

Dalam era ketika hidup terasa semakin cepat dan kompetitif, data Harvard ini seakan berkata:
yang membuat kita bertahan adalah hubungan antarmanusia, bukan harta.

Dan mungkin, inilah saatnya kita berhenti meremehkan kebiasaan-kebiasaan sederhana yang ternyata menjadi fondasi kebahagiaan bangsa.

Novotel Gajah Mada

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here