Bagi sebagian orang, liburan ekstrem bukan lagi tentang mendaki gunung atau menjelajahi hutan liar, tapi menyelam ribuan kaki ke dasar laut demi melihat sejarah yang membeku dalam gelapnya samudra. Salah satu atraksi wisata paling ekstrem dan mahal saat ini adalah menyelam ke lokasi bangkai kapal Titanic, kapal legendaris yang tenggelam pada 15 April 1912 dan menewaskan lebih dari 1.500 jiwa.
Titanic bukan sekadar bangkai kapal. Ia adalah simbol keangkuhan manusia dan kekuatan alam yang tak terbendung. Setelah lebih dari satu abad berada di kedalaman 3.800 kaki (sekitar 1.158 meter) di bawah permukaan Samudra Atlantik Utara, Titanic kini menjadi destinasi bagi wisatawan super kaya yang ingin menyentuh langsung potongan sejarah ini.
Dilansir dari National Geographic, para wisatawan yang ingin melihat Titanic dengan mata kepala sendiri harus menempuh perjalanan selama 8 jam menggunakan kapal selam khusus. Namun, pengalaman langka ini bukan untuk semua orang—bukan hanya karena tantangan fisiknya, tapi juga karena harga tiketnya yang mencapai $250.000 atau sekitar Rp4,1 miliar.
Meski terdengar gila, minat terhadap wisata ke Titanic tetap tinggi. Sensasi menyaksikan langsung reruntuhan megah kapal yang dulunya dijuluki “tidak bisa tenggelam” adalah pengalaman seumur hidup. “Sangat sedikit orang yang bisa melihat Titanic dengan mata kepala mereka sendiri,” ujar salah satu narasumber kepada National Geographic. Kalimat itu tak hanya menegaskan eksklusivitas perjalanan ini, tapi juga menyiratkan bahaya yang mengintai di kedalaman.
Baca Juga:
- Google Gandeng Samsung Hadirkan Kacamata Pintar Canggih: Bisa Ambil Foto, Navigasi, hingga Terjemahkan Percakapan
- Kemarau Tapi Hujan? Masih Berlanjut Hingga Agustus 2025, Urbie’s Wajib Siaga!
- Barista Indonesia Raih Juara 2 Dunia, Bayu Prawiro Harumkan Nama Bangsa di World Brewers Cup 2025
Bahaya itu bukan sekadar bayang-bayang. Pada tahun 2023, dunia dikejutkan oleh tragedi kapal selam Titan milik perusahaan OceanGate, yang hilang kontak hanya 1 jam 45 menit setelah memulai perjalanan menuju Titanic. Kapal selam yang membawa lima orang miliarder itu diduga meledak di dasar laut, setelah puing-puingnya ditemukan mengapung di permukaan beberapa hari kemudian. Tragedi ini menyoroti risiko nyata yang mengintai para pelancong elit yang ingin menantang batas kemampuan manusia.
Meski demikian, daya tarik Titanic tetap tak tergantikan. Bagi mereka yang memiliki cukup uang dan nyali, menyelam ke dasar lautan bukan sekadar wisata, tapi juga perjalanan spiritual menyusuri sejarah dan tragedi. Di sana, di bawah tekanan air yang luar biasa, Titanic terbaring diam—sunyi, memudar perlahan, namun tetap menghipnotis siapa saja yang menatapnya.
Fenomena wisata ekstrem ini juga menimbulkan banyak pertanyaan etis: apakah pantas menjadikan lokasi bencana sebagai objek wisata? Bagaimana dengan konservasi situs bersejarah bawah laut? Dan apakah perjalanan ini benar-benar memberikan pemahaman lebih dalam tentang tragedi Titanic, atau hanya sekadar adrenalin mahal bagi para miliarder?
Namun satu hal yang pasti: Titanic tetap memikat, bahkan dari dasar samudra terdalam. Ia bukan hanya cerita masa lalu, tapi juga refleksi tentang keabadian, keangkuhan, dan keingintahuan manusia yang tak pernah padam.