Home Lifestyle Zaman Berbeda, Jalan Berbeda: Cara Bijak Menyikapi Kesenjangan Generasi dengan Orang Tua

Zaman Berbeda, Jalan Berbeda: Cara Bijak Menyikapi Kesenjangan Generasi dengan Orang Tua

19
0
Ilustrasi Zaman Berbeda, Jalan Berbeda: Cara Bijak Menyikapi Kesenjangan Generasi dengan Orang Tua, Foto: Freepik
Ilustrasi Zaman Berbeda, Jalan Berbeda: Cara Bijak Menyikapi Kesenjangan Generasi dengan Orang Tua, Foto: Freepik
Urbanvibes

Hi Urbie’s, pernah nggak sih kamu merasa obrolan dengan orang tua tuh kayak beda frekuensi? Misalnya, ketika kamu cerita soal passion jadi content creator, tapi yang mereka dengar cuma, “kerja bener dong di kantor!” Atau saat kamu bicara soal mental health, mereka menjawab, “kamu kurang bersyukur”. Kalau iya, kamu tidak sendirian. Fenomena ini disebut generation gap atau kesenjangan generasi, dan itu nyata terjadi, bahkan semakin kentara di era digital ini.

Di satu sisi, orang tua kita tumbuh di zaman yang menuntut kestabilan dan kerja keras secara fisik. Mereka dibentuk oleh nilai-nilai konservatif, seperti hormat mutlak kepada orang yang lebih tua, kerja di satu tempat hingga pensiun, serta anggapan bahwa keberhasilan hanya diukur dari materi. Di sisi lain, generasi muda sekarang terutama Gen Z, dibesarkan dalam dunia serba cepat, serba digital, dan lebih sadar akan kesehatan mental, passion, serta hak untuk memilih jalannya sendiri.

Pertarungan Narasi: Tradisi vs Tren

Ketika orang tua berkata, “Dulu ayah/ibu jalan kaki ke sekolah 5 km tiap hari”, yang terdengar di telinga anak adalah, “kamu harus tahan banting”. Padahal, zaman sekarang punya tantangannya sendiri: ketidakpastian kerja, tekanan sosial media, hingga krisis iklim. Di sinilah benturan nilai sering terjadi.

Baca Juga:

Menurut psikolog keluarga, benturan ini bukan soal siapa yang benar atau salah. Tapi bagaimana masing-masing pihak bisa memahami konteks zamannya. Anak muda kini butuh ruang untuk menjelaskan bahwa kondisi hari ini menuntut adaptasi yang berbeda. Sementara orang tua juga perlu diyakinkan bahwa nilai yang mereka pegang tetap penting, hanya saja perlu dikemas ulang.

Menjembatani dengan Empati

Nah, Urbie’s, menyikapi kesenjangan ini nggak bisa pakai emosi. Kuncinya adalah komunikasi dua arah. Coba mulai dengan mendengar dulu alasan orang tua bersikap keras soal pilihan hidupmu. Misalnya, mereka ingin kamu kerja kantoran karena dianggap lebih aman. Setelah itu, kamu bisa menjelaskan bagaimana dunia kerja sekarang sudah berubah, dan peluang freelance atau remote pun bisa menjanjikan, asal dijalani dengan serius.

Gunakan bahasa yang sederhana dan relatable. Hindari nada konfrontatif. Kamu bisa bilang, “Aku ngerti kok kenapa Ayah/Ibu khawatir, tapi sekarang banyak kok teman-temanku yang kerja dari rumah dan tetap bisa hidup mandiri”.

Pakai Teknologi Sebagai Jembatan

Menariknya, teknologi bisa jadi solusi, bukan pemisah. Misalnya, ajak orang tua nonton video YouTube edukatif soal profesi masa kini atau dampak stres kerja. Atau tunjukkan portofolio digital kamu biar mereka paham bahwa hasil kerja di dunia digital pun nyata. Mereka mungkin tidak langsung mengerti, tapi setidaknya mulai membuka diri.

Menemukan Titik Tengah

Menjembatani dua zaman memang butuh waktu dan kesabaran. Tapi, ketika kamu bisa menjelaskan dengan kasih dan data, perlahan tembok kesenjangan itu bisa runtuh. Ingat, tujuan akhirnya bukan membuat orang tua sepenuhnya berubah, tapi agar mereka bisa melihat dunia kita dengan kacamata yang lebih terbuka.

Jadi, Urbie’s, yuk mulai dari hal kecil. Jangan bosan menjelaskan, jangan lelah menunjukkan. Karena kalau bukan kita yang menyatukan dua dunia ini, siapa lagi?

Kalau kamu punya cerita seru soal beda sudut pandang dengan orang tua, share di kolom komentar ya. Bisa jadi ceritamu jadi inspirasi orang lain juga!

Urban Vibes

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here