Home Highlight Fenomena Bediding di Musim Kemarau Basah 2025, Cuaca Ekstrem yang Tak Biasa

Fenomena Bediding di Musim Kemarau Basah 2025, Cuaca Ekstrem yang Tak Biasa

461
0
ilustrasi kemarau basah atau bediding di Jawa dan Bali - sumber foto FREEPIK
ilustrasi kemarau basah atau bediding di Jawa dan Bali - sumber foto FREEPIK
ohbeauty.id

Hi Urbie’s! Fenomena bediding atau suhu dingin yang menusuk kulit saat malam hingga pagi hari kini tengah dirasakan di berbagai wilayah Indonesia. Meski biasanya identik dengan cuaca kering dan langit cerah, musim kemarau tahun ini menunjukkan dinamika yang cukup tidak biasa. Bediding menjadi salah satu penanda puncak musim kemarau, yang terjadi akibat minimnya tutupan awan serta dominasi angin timur dari Australia yang membawa massa udara dingin dan kering ke wilayah selatan Indonesia. Akibatnya, suhu udara pun turun drastis, terutama di wilayah Jawa, Bali, NTB, dan NTT.

Namun, uniknya, kemarau 2025 tak bisa dikatakan sepenuhnya kering. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) justru menyebutnya sebagai kemarau basah. Ini terjadi karena curah hujan tetap berlangsung di atas normal di sejumlah daerah, menandakan bahwa pola musim tahun ini bergerak tidak seperti biasanya.

Bediding: Dingin yang Indah Tapi Bisa Menjebak

Di tengah langit cerah yang memesona, bediding mungkin terasa menyenangkan bagi sebagian Urbie’s yang suka suasana cozy dan udara sejuk ala pegunungan. Namun di balik keindahannya, fenomena ini juga bisa menjadi penanda gangguan iklim yang perlu diwaspadai.

Bediding biasanya muncul saat atmosfer bersih dari awan—membuat radiasi panas bumi di malam hari terlepas langsung ke angkasa tanpa penghalang. Ditambah angin timur dari Australia yang membawa massa udara kering dan dingin, kondisi inilah yang membuat malam dan pagi hari di musim kemarau terasa sangat dingin. Suhu di beberapa wilayah bahkan tercatat turun hingga belasan derajat Celsius pada dini hari, terutama di dataran tinggi seperti Dieng, Bromo, dan Ruteng.

Kemarau Basah: Kombinasi Aneh, Ancaman Nyata

Meskipun secara tradisional musim kemarau identik dengan panas dan kekeringan, tahun ini curah hujan justru tetap aktif. BMKG menjelaskan bahwa suhu muka laut di perairan Indonesia yang masih hangat serta gelombang atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Kelvin menjadi pemicu tetap turunnya hujan, meski seharusnya musim kering sudah mendominasi.

Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah, dan telah memicu sejumlah gangguan cuaca seperti hujan lokal mendadak, banjir di dataran rendah, hingga potensi longsor di wilayah perbukitan yang sudah rapuh. Artinya, meski siang hari bisa panas dan langit tampak tenang, bukan tidak mungkin hujan deras tiba-tiba mengguyur di sore atau malam harinya.

Baca Juga:

Bediding Waspada Cuaca Ekstrem di Tengah Kemarau

Penting banget nih buat tetap waspada. Meskipun suhu dingin membuat kita ingin bergelung selimut lebih lama, kenyataannya cuaca sedang tidak bisa ditebak. BMKG memperkirakan bahwa fenomena bediding akan terus berlangsung hingga akhir September, sementara hujan sporadis masih mungkin turun kapan saja.

Bagi kamu yang tinggal di wilayah rawan longsor atau banjir, jangan anggap remeh langit cerah. Tetap pantau informasi cuaca resmi, perkuat drainase rumah, dan hindari aktivitas berisiko tinggi di luar ruangan saat cuaca mulai berubah. Bediding memang memesona, tapi potensi bencana akibat cuaca ekstrem di baliknya bisa berbahaya jika tidak diantisipasi.

Refleksi Iklim: Alarm dari Alam

Fenomena ini sejatinya bukan hanya anomali tahunan, tapi bisa menjadi sinyal keras dari perubahan iklim yang sedang berlangsung. Ketika pola musim sudah mulai tidak dapat diprediksi, dan dua kondisi ekstrem seperti bediding serta hujan lebat bisa terjadi bersamaan, kita sebagai masyarakat harus semakin siap dan adaptif.

Penting juga untuk mengubah kebiasaan sehari-hari: mulai dari gaya hidup ramah lingkungan, mengurangi emisi karbon, hingga mendukung kebijakan perlindungan iklim. Karena pada akhirnya, cuaca yang semakin ekstrem adalah cermin dari apa yang telah kita lakukan terhadap alam selama ini.

Jadi, Urbie’s, nikmati sejuknya bediding dengan bijak, tapi jangan sampai terlena. Musim kemarau 2025 ini bukan hanya tentang udara dingin dan langit biru, tapi juga pengingat bahwa kita sedang hidup di zaman perubahan iklim yang nyata. Tetap waspada, tetap peduli, dan selalu siap menghadapi cuaca yang semakin sulit ditebak.

Novotel Gajah Mada

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here