Hi Urbie’s!
Di balik keindahan alam dan budaya unik yang dimiliki Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, tersimpan semangat besar untuk berkembang meski terbatas secara fiskal. Inilah yang menjadi latar belakang pertemuan antara Wakil Bupati Sabu Raijua Thobias Uly dengan perwakilan dari Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia pada Senin, 21 Juli 2025.
Thobias Uly mengungkapkan keterbukaan daerahnya terhadap kerja sama eksternal demi mempercepat pembangunan. “Kami sangat membutuhkan dukungan karena kapasitas fiskal kami sangat rendah. Kami hanya mengandalkan dana dari pusat dan sumber daya alam yang ada,” ujarnya. Pemerintah daerah berharap agar organisasi non-pemerintah (LSM), NGO, serta lembaga donor bisa ikut terlibat aktif dalam mendukung pengembangan potensi lokal.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Kepala Bappeda Sabu Raijua, Victor Rada Muri. Ia menekankan pentingnya sinergi jangka panjang demi masa depan Sabu Raijua. “Kami selalu siap untuk kerja sama dan berdialog. Ini untuk pembangunan Sabu Raijua yang akan berbeda,” katanya dengan optimistis.
Audiensi berlangsung hangat dan penuh harapan. Dihadiri oleh mitra lokal GEF SGP Indonesia seperti Yayasan Pikul, PMPB, Bapalok, dan Ecology Rai Hawu, diskusi mengerucut pada satu hal utama: bagaimana mengubah potensi lokal menjadi kekuatan ekonomi.
Sidi Rana Menggala, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, menyebutkan bahwa tanaman lontar di Sabu Raijua menyimpan potensi besar, baik secara budaya maupun ekonomi. Untuk itu, pihaknya mendorong pembentukan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) agar nilai produk berbasis lontar dapat terus terjaga dan dikenal secara lebih luas.
Baca Juga:
- Soundtrack Superman 2025 Dibalut Keroncong, Tujuh Putri Tunjukkan Musik Indonesia Bisa Mendunia
- Australia Luncurkan Visa Iklim Pertama di Dunia untuk Warga Tuvalu
- HUT RI ke-80 Resmi Diluncurkan, Logo Infinity & Tema “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”
Tak hanya lontar, Sabu Raijua juga menyimpan kekayaan varietas lokal seperti bawang putih lokal, kacang hijau hitam, sorgum, hingga padi merah yang dikenal tahan terhadap kondisi kekeringan. Keempat varietas ini sedang dalam proses konservasi dan pembiakan melalui kerja sama dengan mitra lokal seperti Kupang Batanam dan Klinik Agro. Proyek ini bahkan akan mendokumentasikan dan menetapkan identitas tanaman khas tersebut lewat metode self-declare, demi pengakuan dan perlindungan jangka panjang.
“Dengan adanya self-declare, petani dan pelaku usaha kecil bisa mempromosikan kultivar lokal mereka, yang pada akhirnya meningkatkan nilai jual dan daya saing,” jelas Hery Budiarto, Asisten Program GEF SGP Indonesia.
Tak berhenti di situ, sektor kelautan juga menjadi prioritas. Dalam RPJMN, Sabu Raijua ditargetkan menjadi salah satu sentra produksi rumput laut nasional. Fokus pun diarahkan ke Sabu Timur dengan pembangunan dermaga baru sebagai penunjang konektivitas dan hilirisasi.
Wakil Bupati Thobias pun mengusulkan pembangunan kebun bibit rumput laut yang akan mendukung pengolahan produk turunan. “Kami berharap rumput laut tidak hanya dijual mentah, tetapi juga diolah agar memiliki nilai tambah yang lebih tinggi,” katanya.
Namun sayangnya, pabrik pengolahan rumput laut yang sudah ada belum bisa beroperasi maksimal karena kendala SDM. Menurut Kepala Bappeda, pembangunan akan lebih efektif bila didukung pelatihan teknis dan manajemen bagi masyarakat.
Audiensi ini menjadi langkah awal dari inisiasi sinergi yang lebih luas. Harapannya, melalui dukungan GEF SGP Indonesia dan mitra lainnya, Sabu Raijua bisa menjelma menjadi contoh sukses pembangunan berbasis potensi lokal dan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan.
Urbie’s, mari terus dukung inisiatif seperti ini agar daerah-daerah potensial seperti Sabu Raijua tidak tertinggal dan mampu mengangkat kekayaan lokal mereka ke panggung nasional—bahkan internasional.