Hi Urbie’s, pernah nggak sih kalian berpikir, “Sebenarnya apa sih yang bikin orang obesitas? Kurang olahraga atau makan kebanyakan?” Ternyata, jawaban yang selama ini kita kira benar bisa jadi keliru. Sebuah studi internasional yang melibatkan 4.213 orang dari 34 populasi di seluruh dunia—mulai dari pemburu-pengumpul di Afrika hingga penduduk perkotaan di Amerika dan Eropa—baru saja mengungkap fakta yang cukup mengejutkan.
Penelitian ini dilakukan oleh para ilmuwan dari Universitas Elon dan Universitas Duke, Amerika Serikat, yang membandingkan dua faktor utama penyebab obesitas: kurangnya aktivitas fisik dan pola makan berlebihan. Mereka mengukur pengeluaran energi para peserta menggunakan metode air berlabel ganda, yang diakui sebagai teknik paling akurat untuk memantau pembakaran kalori. Data ini kemudian dipadukan dengan pengukuran persentase lemak tubuh, indeks massa tubuh (IMT), serta pengeluaran energi total selama 7–14 hari.
Hasilnya cukup mengubah cara pandang kita. Masyarakat di negara maju memang memiliki berat badan, IMT, dan persentase lemak tubuh yang lebih tinggi. Tapi yang mengejutkan, mereka juga mengeluarkan energi total lebih besar dibanding masyarakat di negara berkembang. Artinya, orang-orang di negara maju tidak sepenuhnya “malas bergerak” seperti yang sering diasumsikan. Lalu, kalau bukan kurang gerak, apa penyebabnya?
Tim peneliti menemukan bahwa faktor terbesar justru ada pada asupan kalori. Bahkan ketika efek ukuran tubuh dihilangkan secara statistik, penurunan pengeluaran energi hanya sekitar 6%, dan itu pun sebagian besar karena penurunan metabolisme basal, bukan berkurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik antara pemburu-pengumpul Afrika dan pekerja kantoran di kota besar nyatanya hampir sama.
Baca Juga:
- Belum Tayang Season 2, Netflix Resmi Umumkan ‘One Piece’ Lanjut ke Season 3
- TasteAtlas Nobatkan Bubur Ayam Indonesia sebagai Porridge Terbaik di Dunia 2025
- Friendzone atau Bestie? Bisakah Cowok dan Cewek Temenan Tanpa Baper
Kunci masalahnya ada pada jenis makanan yang dikonsumsi. Negara dengan perkembangan ekonomi tinggi cenderung mengonsumsi lebih banyak kalori, dan sebagian besar berasal dari makanan ultra-olahan—seperti mi instan, camilan kemasan, dan minuman ringan. Makanan jenis ini sangat mudah dicerna dan diserap tubuh, membuat kalori masuk lebih cepat dan lebih banyak. Parahnya lagi, makanan ultra-olahan ini tidak memberi rasa kenyang yang tahan lama, sehingga mendorong orang untuk makan lagi dan lagi.
Analisis terhadap 25 populasi menunjukkan pola yang jelas: semakin tinggi proporsi makanan ultra-olahan dalam diet seseorang, semakin tinggi pula persentase lemak tubuhnya. Jadi, bukan hanya jumlah kalori yang penting, tapi juga kualitas makanan yang dikonsumsi.
Buat Urbie’s yang selama ini berpikir bahwa olahraga adalah kunci utama mencegah obesitas, penelitian ini mengingatkan kita bahwa olahraga memang penting untuk kesehatan secara keseluruhan, tapi tidak akan efektif tanpa pola makan yang sehat. Mengurangi konsumsi makanan ultra-olahan, memilih makanan segar, dan mengatur porsi makan mungkin lebih berdampak besar dalam jangka panjang.
Singkatnya, obesitas lebih banyak dipicu oleh makan berlebihan—terutama makanan ultra-olahan—daripada sekadar kurang olahraga. Jadi, kalau mau menjaga berat badan ideal, Urbie’s perlu fokus pada dua hal sekaligus: tetap aktif bergerak dan bijak memilih makanan. Karena percuma lari 5 km setiap hari kalau setelahnya kita “balas dendam” dengan seporsi besar mi instan plus minuman manis.
Obesitas bukan sekadar masalah estetika, tapi juga pintu masuk berbagai penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi. Mengetahui akar penyebabnya adalah langkah awal untuk mencegahnya. Dan sekarang, berbekal hasil penelitian ini, Urbie’s bisa lebih cerdas dalam membuat pilihan gaya hidup yang sehat.