Home Lifestyle Bukan Cuma Selingkuh, Inilah Alasan Tersembunyi Kenapa Cinta Bisa Hancur

Bukan Cuma Selingkuh, Inilah Alasan Tersembunyi Kenapa Cinta Bisa Hancur

104
0
Ilustrasi Bukan Cuma Selingkuh, Inilah Alasan Tersembunyi Kenapa Cinta Bisa Hancur - Foto: Freepik
Ilustrasi Bukan Cuma Selingkuh, Inilah Alasan Tersembunyi Kenapa Cinta Bisa Hancur - Foto: Freepik
Mercure

Hi Urbie’s! kalau ngomongin alasan putus, kebanyakan orang langsung mikirnya ke “orang ketiga”. Seolah-olah pihak ketiga adalah biang kerok utama kandasnya hubungan. Padahal dalam banyak kasus, bukan orang lain yang memisahkan, tapi justru dua orang di dalam hubungan itu sendiri, tepatnya ego masing-masing.

Ego itu ibarat dinding tak kasat mata. Semakin tebal, semakin sulit ditembus. Ia membuat kita lebih sibuk mempertahankan harga diri daripada mempertahankan hubungan. Akhirnya, bukan rasa sayang yang dipelihara, tapi gengsi.

Ketika Ego Mengalahkan Logika

Bayangkan, kamu dan pasangan lagi debat soal hal sepele, misalnya siapa yang harus minta maaf dulu. Satu pihak merasa, “Dia yang salah, kenapa gue yang minta maaf?”. Sementara yang satunya berpikir, “Dia nggak ngerti perasaan gue, kenapa gue yang mengalah?”. Dalam hitungan menit, masalah kecil berubah jadi perang dingin. Semuanya bukan lagi soal masalah awal, tapi soal siapa yang kalah dan siapa yang menang.

Masalahnya, hubungan bukan kompetisi. Nggak ada piala untuk siapa yang paling benar. Tapi ketika ego mengambil alih, kita lupa bahwa tujuan hubungan adalah mencari solusi, bukan pembenaran.

Ego Lebih Licik dari Orang Ketiga

Orang ketiga memang bisa jadi ancaman, tapi mereka biasanya datang ketika ada celah. Dan celah itu sering tercipta karena ego. Saat komunikasi berhenti, saat rasa pengertian hilang, saat kedua pihak sibuk membentengi diri… itulah momen di mana hubungan mulai rapuh.

Bedanya, orang ketiga terlihat jelas, ada wajah, ada nama, ada bukti. Sementara ego? Dia bersembunyi dalam ucapan seperti:

  • “Aku nggak mau minta maaf duluan”.
  • “Kalau dia sayang, dia harus ngerti tanpa gue ngomong”.
  • “Gue nggak mau terlihat lemah”.

Kalimat-kalimat itu terdengar biasa, tapi di baliknya, ada tembok yang makin hari makin tinggi.

Generasi Muda dan Tantangan Ego

Buat kita yang hidup di era serba cepat, ego punya panggung yang lebih besar. Media sosial membuat semua orang ingin terlihat “kuat” dan “tidak butuh siapa pun”. Ungkapan seperti self-love dan boundaries kadang disalahartikan menjadi “gue dulu, orang lain belakangan”.
Padahal, cinta butuh kompromi. Self-love itu penting, tapi kalau berlebihan, ia bisa berubah jadi selfish.

Generasi muda punya semangat independen yang tinggi, dan itu bagus. Tapi kalau semua perbedaan dianggap serangan, dan semua kritik dianggap merendahkan, hubungan akan cepat retak, bukan karena kekurangan cinta, tapi karena kelebihan gengsi.

Mengalah Bukan Berarti Kalah

Melepaskan ego bukan berarti meniadakan diri. Justru, itu bentuk kedewasaan. Mengakui salah, mendengar tanpa membalas, atau mengalah di momen tertentu bukan tanda kelemahan, tapi tanda kamu lebih peduli pada hubungan daripada harga diri sesaat.

Kalau kamu pikir “mengalah” bikin kamu rugi, coba lihat dari sisi lain: setiap kali kamu mengalah untuk kebaikan bersama, kamu sedang membangun pondasi yang lebih kuat. Dan kalau pasangan juga melakukan hal yang sama, hubungan kalian akan punya tameng yang bahkan orang ketiga pun sulit menembus.

Ego itu seperti api kecil di dapur, kalau dijaga, ia menghangatkan. Tapi kalau dibiarkan membesar, ia akan membakar habis segalanya. Jadi, sebelum menyalahkan orang ketiga, coba lihat dulu: apakah hubungan ini benar-benar hancur karena dia, atau sebenarnya karena tembok ego yang kita bangun sendiri?

Swiss-Belexpress Kuta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here