Hi Urbie’s! Panel berbentuk kepala merak resmi terpasang di Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP) di Desa Sampung, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Senin (11/8/2025). Panel yang menjadi simbol utama kesenian Reog ini memiliki berat mencapai 3 ton dan kini berdiri megah di puncak monumen setinggi 126 meter.
Momen ini menjadi sejarah baru bagi Ponorogo. Setelah bertahun-tahun menjadi wacana, Monumen Reog akhirnya memasuki tahap penting yang menandai wujud nyata pembangunan ikon budaya yang digadang-gadang bakal melampaui Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali. Jika GWK memiliki ketinggian 121 meter, maka Monumen Reog dengan 126 meternya siap mengklaim gelar sebagai monumen tertinggi di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.
Pemasangan Simbol Utama: Kepala Merak Reog
Reog Ponorogo tidak bisa dilepaskan dari simbol merak yang megah di atas topeng dadak merak. Pemasangan panel berbentuk kepala merak seakan menjadi jantung sekaligus mahkota dari Monumen Reog Ponorogo. Dengan berat 3 ton dan proses konstruksi yang penuh perhitungan, panel ini menjadi bukti keseriusan pemerintah daerah dan pusat dalam mengangkat budaya lokal ke panggung internasional.
Acara pemasangan panel ini disaksikan langsung oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, bersama jajaran pemerintah Jawa Timur dan tokoh budaya Ponorogo. Dalam sambutannya, Fadli menyebut monumen ini bukan sekadar karya arsitektur megah, tetapi juga penggerak ekonomi berbasis pariwisata budaya.
Lebih Tinggi dari GWK Bali
Selama ini, GWK Bali selalu menjadi simbol monumen raksasa di Indonesia. Namun, begitu Monumen Reog rampung, catatan itu akan bergeser. Tinggi total 126 meter bukan hanya mengalahkan GWK, tetapi juga menempatkan Ponorogo sebagai pusat perhatian baru dalam peta pariwisata nasional.
Hal ini tentu bukan sekadar soal ukuran, tetapi juga soal pesan. Reog sebagai warisan budaya yang selama ini dikenal lewat pertunjukan rakyat, kini diabadikan dalam bentuk monumen megah yang bisa dinikmati oleh masyarakat luas.
Monumen Reog dan Museum Peradaban Dampak Ekonomi dan Pariwisata
Pembangunan Monumen Reog Ponorogo diproyeksikan memberikan dampak besar terhadap perekonomian daerah. Dengan adanya monumen dan museum peradaban, Ponorogo diprediksi akan menjadi destinasi wisata budaya baru di Indonesia.
Bagi pelaku UMKM, ini adalah peluang emas. Mulai dari kerajinan tangan khas, kuliner lokal, hingga homestay, semua akan merasakan dampak positif dari arus wisatawan yang datang. Seperti yang disampaikan Fadli Zon, pariwisata berbasis budaya adalah kunci agar warisan leluhur tidak hanya lestari, tetapi juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.
Baca Juga:
- The Batman 2 Mulai Produksi, Siap Tayang Oktober 2027!
- Tissa Biani Tunjukkan Kedewasaan Emosional Lewat Single “Tegar”, Kolaborasi Spesial Bareng…
- Jangan Asal Connect! Bahaya Tersembunyi di Wi-Fi Publik Bandara
Monumen Reog dan Museum Peradaban Sebagai Ikon Baru Indonesia
Bayangkan saat monumen ini rampung: panel kepala merak yang megah bersanding dengan struktur raksasa berarsitektur modern. Di bawahnya berdiri Museum Peradaban yang menyimpan artefak, sejarah, dan dokumentasi perjalanan panjang Reog Ponorogo.
Kombinasi antara monumen dan museum menjadikannya bukan sekadar destinasi foto, tetapi juga ruang edukasi dan refleksi budaya. Para pengunjung tidak hanya disuguhi kemegahan visual, tetapi juga pengetahuan tentang akar tradisi Reog, filosofi di balik tarian, hingga perannya dalam identitas masyarakat Ponorogo.
Ponorogo di Peta Wisata Dunia
Dengan rampungnya Monumen Reog Ponorogo, kabupaten ini punya potensi besar masuk ke daftar destinasi internasional. Wisatawan mancanegara yang selama ini hanya mengenal Bali dan Yogyakarta, akan memiliki alasan kuat untuk datang ke Jawa Timur.
Reog sebagai seni pertunjukan tradisional sudah lama menarik perhatian peneliti budaya dan wisatawan asing. Kini, kehadiran monumen raksasa akan memperkuat daya tarik itu, sekaligus memberi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Ponorogo sebagai penjaga tradisi.
Kebanggaan Kolektif: Dari Lokal ke Global
Proses pembangunan monumen ini adalah kerja kolektif: pemerintah, tokoh budaya, arsitek, dan masyarakat. Pemasangan panel kepala merak hanyalah salah satu babak penting dari perjalanan panjang menuju peresmian akhir. Namun, momen ini sudah cukup untuk menegaskan bahwa Reog bukan hanya milik Ponorogo, tetapi juga milik bangsa Indonesia.
Hi Urbie’s, dalam era globalisasi, menjaga identitas budaya adalah tantangan besar. Dengan Monumen Reog, Ponorogo menunjukkan bahwa kearifan lokal bisa tampil megah tanpa kehilangan ruhnya. Ini adalah simbol keberanian untuk berdiri sejajar dengan ikon-ikon budaya dunia.
Pemasangan panel kepala merak di puncak Monumen Reog Ponorogo menandai tonggak sejarah baru, bukan hanya untuk Jawa Timur, tetapi juga untuk Indonesia. Dengan tinggi 126 meter yang melampaui GWK Bali, monumen ini siap menjadi destinasi wisata budaya unggulan sekaligus pusat kebanggaan nasional.
Lebih dari sekadar struktur beton dan baja, Monumen Reog Ponorogo adalah perwujudan dari semangat, identitas, dan kebersamaan masyarakat. Saat monumen ini kelak resmi dibuka, Ponorogo akan berdiri di panggung dunia, membawa nama Reog lebih tinggi daripada sebelumnya.



















































