Kolaborasi Karana – Proyek perdana Hendro Hadinata dengan AHEC memadukan American
Hardwood dengan narasi budaya lokal.
Hi Urbie’s! Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat urban terhadap keberlanjutan, tren furniture ramah lingkungan di Indonesia mulai naik daun. Tak lagi sekadar estetika atau gaya, kini desain furnitur juga dituntut punya cerita—terutama yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap lingkungan. Di sinilah panggung IFFINA+ 2025 menjadi saksi hadirnya sebuah karya yang menyatukan nilai budaya lokal dengan inovasi global: Karana, hasil kolaborasi perdana antara American Hardwood Export Council (AHEC) dan desainer Indonesia, Hendro Hadinata.
Ketika Narasi Budaya dan Material Berkelanjutan Bertemu
Karana bukan sekadar koleksi furnitur. Ia adalah interpretasi artistik dari filosofi Bali Tri Hita Karana, yang mengajarkan tentang harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Hendro Hadinata, pendiri Studio Hendro Hadinata, membungkus filosofi ini dalam tiga karya utama: Kuta Bench, Sanur Lounge Chair, dan Ubud Light. Bentuknya mengalir, elegan, namun tetap membumi.
Yang membuat koleksi ini istimewa adalah penggunaan American red oak, maple, dan cherry—jenis kayu dari Amerika Serikat yang selama ini kurang dimanfaatkan di Asia Tenggara. Ketiga jenis kayu ini tidak hanya memiliki karakter estetis yang kuat, tetapi juga punya nilai lingkungan yang tinggi.
“Ini pengalaman pertama saya menggunakan American Hardwood, dan hasilnya sangat memuaskan. Kayunya kuat, finishing-nya mudah, dan secara visual sangat kaya. Karana membuktikan bahwa kolaborasi global bisa memperkaya narasi lokal,” ungkap Hendro Hadinata dalam sesi Design Talks IFFINA+ 2025, Kamis (18/9/2025).
Hendro,
yang dikenal dengan pendekatan desain berbasis narasi budaya, untuk pertama kalinya mengeksplorasi
potensi American Hardwood, terutama spesies red oak, maple, dan cherry, yang selama ini kurang
dimanfaatkan di Asia Tenggara.
Di Balik Material: Keberlanjutan yang Terukur
AHEC tidak hanya bicara soal keindahan dan kualitas kayu. Mereka punya pendekatan ilmiah lewat Life Cycle Assessment (LCA)—sebuah metode untuk mengukur jejak karbon dari kayu sejak ditebang, diproses, hingga didistribusikan.
“American Hardwood itu unik, karena ia tidak hanya menyerap karbon selama masa tumbuhnya, tapi juga menyimpannya saat menjadi furnitur. Artinya, ketika Anda duduk di kursi dari red oak, secara tidak langsung Anda juga berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon,” jelas John Chan, regional director of AHEC South East Asia and Greater China.
Dan yang lebih keren lagi? Volume kayu yang dipanen di hutan Amerika bisa tergantikan hanya dalam hitungan detik berkat sistem pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Jadi, selain tahan lama dan enak dipandang, material ini juga etis dan ramah lingkungan.
Kolaborasi Lintas Budaya: Desain Lokal Mendunia
Dalam proses produksinya, Hendro bekerja sama dengan manufaktur lokal Omega Mas, yang berhasil menerjemahkan desain organik dan skulptural menjadi produk furnitur yang presisi dan berkualitas tinggi. Kombinasi antara keahlian pengrajin lokal dan kualitas material internasional inilah yang membuat Karana layak disebut sebagai simbol masa depan industri furnitur Indonesia.
“Konsumen saat ini sudah lebih sadar akan pentingnya keberlanjutan. Material seperti American Hardwood—yang berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab—jadi solusi penting untuk memenuhi permintaan akan furnitur ramah lingkungan,” ujar Dennis Pluemer, Founder Santai Furniture, yang juga hadir dalam sesi diskusi.
Ki-ka: Hendro Hadinata (Desainer Indonesia & Founder Studio Hendro Hadinata), John Chan (Regional Director of AHEC South East Asia and Greater China) — diapit oleh Tim AHEC, dan Dennis Pluemer (Founder Santai Furniture) di IFFINA+ 2025 Design Talks, Kamis (18/9/2025). (Foto: Urbanvibes/R Indriani)
Lebih dari Sekadar Kursi: Arah Baru Industri Furnitur Indonesia
Kehadiran Karana di IFFINA+ 2025 membawa pesan kuat: bahwa keberlanjutan, budaya, dan desain bisa berjalan beriringan. AHEC melihat ini sebagai langkah awal dari ekosistem desain yang tak hanya berorientasi global, tetapi juga berakar kuat pada identitas lokal.
“Melalui proyek seperti Karana, kami ingin mendukung desainer Indonesia untuk lebih berani mengeksplorasi material berkelanjutan dari luar negeri, tanpa kehilangan ciri khas lokal. Dunia sedang melihat ke Asia Tenggara, dan Indonesia punya potensi besar untuk memimpin,” tambah John Chan.
Urban Lifestyle yang Bertanggung Jawab
Bagi para Urbie’s yang ingin mempercantik rumah sekaligus ikut andil dalam gerakan keberlanjutan, Karana adalah representasi ideal. Ia bukan hanya cantik secara visual, tetapi juga membawa makna mendalam tentang budaya dan tanggung jawab ekologis.
Desain yang baik seharusnya tidak hanya dinikmati, tapi juga dimaknai. Dan lewat karya seperti Karana, industri furnitur Indonesia semakin siap menunjukkan taringnya di panggung global—dengan identitas lokal sebagai kekuatan utama.