
Hi Urbie’s! Pernah nggak sih, kamu ngerasa udah sering banget diajak chat, dibales cepat, bahkan kadang sampai larut malam ngobrol soal hal-hal random, tapi begitu kamu mulai berharap lebih, semua berubah jadi… nggak jelas? Nah, bisa jadi kamu bukan sedang PDKT, tapi cuma dijadikan bahan gabut buat ngisi waktu kosongnya.
Fenomena ini sering banget terjadi di kalangan anak muda sekarang. Di era digital, di mana komunikasi bisa semudah ngeklik emoji love di story, batas antara perhatian tulus dan sekadar iseng jadi makin kabur. Banyak yang salah paham, mengira intensitas chat berarti tanda suka, padahal bisa aja itu cuma bentuk pelarian dari rasa bosan.
Chat-nya Intens, Tapi Cuma Kalau Dia Lagi Senggang
Coba perhatiin deh, kapan biasanya dia mulai chat duluan? Kalau selalu pas jam gabut, kayak malam-malam sebelum tidur atau waktu istirahat kuliah, tapi ngilang pas sibuk, itu red flag pertama.
Baca Juga:
- Viral Isu “Pork Savor”, Ajinomoto Tegaskan: Produk Kami 100% Halal dan Bersertifikat Resmi
- Jelajahi Australia Barat: Destinasi Ramah Muslim dengan Kuliner Halal dan Petualangan Seru!
- “Ayo SADARI Setelah Menstruasi”, Gerakan Cinta Diri untuk Cegah Kanker Payudara
Menurut survei dari Dating.com (2024), 47% anak muda mengaku sering berinteraksi secara intens di chat tanpa niat membangun hubungan serius. “Itu cuma buat hiburan dan ngisi waktu kosong,” kata mereka. Artinya, kamu mungkin cuma jadi teman obrolan saat dia butuh distraksi, bukan seseorang yang benar-benar diusahakan.
Topik Ngobrolnya Nggak Pernah Dalam
Ngobrol boleh sering, tapi kalau isinya cuma “lagi apa?”, “bosan nih”, atau “ayo tebak aku lagi di mana”, itu tanda kalau obrolan kalian nggak punya arah. Dia mungkin cuma pengen ditemani, bukan mengenalmu lebih jauh. Dalam konteks relasi anak muda saat ini, komunikasi kayak gini sering disebut sebagai “casual connection”, kedekatan sementara tanpa komitmen emosional.
Bahaya banget kalau kamu baper duluan, karena biasanya pihak yang ‘cuma iseng’ nggak merasa punya tanggung jawab atas perasaan kamu.
Nggak Pernah Ada Aksi Nyata
Klasik banget: dia sering bilang “kapan-kapan nongkrong yuk”, tapi nggak pernah benar-benar ngajak. Semua cuma berhenti di wacana. Relasi digital sering kali bikin banyak dari kita merasa “dekat”, padahal faktanya cuma dekat lewat layar.
Hubungan tanpa tindakan nyata cenderung jadi hubungan satu arah dan kamu bisa terjebak di situ kalau nggak sadar sejak awal.
Hilang Begitu Saja Saat Udah Dapet Mood Baik
Salah satu ciri paling kelihatan dari “bahan gabut” adalah kehadiran yang musiman. Dia datang pas bad mood, tapi pergi begitu suasana hatinya membaik. Kamu dijadikan mood booster, bukan seseorang yang benar-benar ingin dia pertahankan.
Dalam relasi anak muda masa kini, ini disebut emotional convenience, nyari kenyamanan sementara tanpa ikatan emosional mendalam.
Kenali Batas dan Sadari Harga Diri
Fenomena ini menggambarkan betapa cairnya hubungan anak muda di era digital. Rasa ingin dekat, tapi takut terikat, jadi alasan kenapa banyak orang akhirnya “memanfaatkan” kehadiran orang lain untuk sementara waktu.
Kamu perlu sadar, perhatian yang setengah-setengah bukan bentuk kasih sayang, itu cuma pelarian. Kalau dia cuma hadir saat gabut, mungkin kamu cuma jadi pit stop, bukan tujuan akhir.
Jadi, sebelum kamu terjebak dalam chat yang manis tapi kosong, tanya lagi ke diri sendiri: Apakah kamu sedang dibutuhkan… atau cuma dimanfaatkan untuk mengisi sepi?





















































