Hi Urbie’s!, siap-siap merapat, karena kisah yang satu ini bukan cuma tentang musik, tapi tentang waktu, luka, rekonsiliasi, dan sebuah pelukan yang menggema lebih keras dari suara stadion penuh penonton, inilah cerita penutupan Live 25 Reunion Tour Oasis di São Paulo, sebuah akhir yang justru terasa seperti awal baru.
Live 25 Reunion Tour Saat Lampu Meredup, Sejarah Pun Melebur
Malam itu di Allianz Parque, langit São Paulo seperti menahan napas, ribuan suara yang selama satu setengah jam terakhir bernyanyi sampai serak tiba-tiba senyap ketika lampu panggung mulai meredup, Liam Gallagher melangkah mundur, Noel Gallagher menarik napas panjang, dan dunia seolah mengulang kembali 15 tahun luka yang mereka tinggalkan, selisih yang membeku, serta jarak yang tak pernah benar-benar terjelaskan.
Tapi malam itu, sesuatu pecah, sesuatu luluh.
Dan sesuatu itu adalah pelukan.
Momen Paling Gila di Live 25 Reunion Tour: Tambourine, Maracas, dan Dua Saudara yang Akhirnya Pulang
Tidak ada yang menyangka Liam bakal melakukannya, bahkan mungkin Noel pun tidak, ketika lagu terakhir selesai, Liam tiba-tiba berjalan ke arah Noel sambil membawa tambourine dan maracas, dua benda ikonik yang sudah jadi semacam simbol perseteruan, ceng-cengan, sekaligus sejarah band ini.
Liam menyodorkannya ke Noel, sebuah gestur sederhana yang terasa seperti 10 ribu kata maaf, terima kasih, dan let’s start over, mate yang tak pernah terucap selama ini.
Noel menerima, menatap Liam sebentar, dan—boom—keduanya berpelukan tepat di tengah sorakan puluhan ribu orang, suara yang meledak seperti stadion sedang runtuh, tapi runtuh dengan cara paling indah yang bisa kamu bayangkan.
Setelah 41 show keliling dunia, setelah 15 tahun berpisah, setelah ribuan kata pedas yang dilontarkan ke media, itu adalah pelukan yang akan kita kenang seumur hidup.
Urbie’s, kalau kamu mencari definisi full circle moment, inilah dia.
Tur Ditutup, Tapi Belum Berakhir
Di akhir konser Live 25 Reunion Tour, Oasis mengumumkan bahwa mereka bakal hiatus lagi, bukan bubar, bukan drama baru, tapi sebuah jeda untuk mengambil napas, memberi ruang, melakukan refleksi, dan mungkin—mungkin—menyusun langkah selanjutnya.
Keputusan ini terasa dewasa, bahkan matang, sesuatu yang dulu tidak ada dalam kamus Gallagher bersaudara, hiatus ini bukan kabar buruk, malah seperti sebuah persiapan, sebuah charging energi setelah membuktikan bahwa dunia masih membutuhkan Oasis, dan Oasis pun masih membutuhkan Oasis.
Bonehead: “2025 adalah Tahun Terbaik dalam Hidupku”
Di sisi lain, Bonehead mengunggah foto dan caption yang bikin fans mewek pelan, ia menulis bahwa 2025 adalah tahun terbaik sepanjang hidupnya, sebuah pernyataan yang cuma bisa lahir dari seseorang yang tahu rasanya kehilangan, bangun kembali, lalu merasakan megahnya kebersamaan yang tidak pernah ia sangka datang lagi.
Band terbaik, tahun terbaik, orang-orang terbaik, begitu ia menulis, dan sejujurnya, sulit untuk membantah.
Tur Live 25 Reunion bukan cuma reuni band, tapi reuni hati.
Baca Juga:
- Negara dengan Jam Kerja Tertinggi di Dunia: Bhutan Juara, Indonesia Santai di Urutan 115
- Falcon Pictures Rilis Poster “WARKOP DKI”! Penampilan Desta Jadi Dono Bikin Netizen Heboh!
- Cuma 50 Orang Punya! Kenalan Sama Golden Blood, Golongan Darah Langka di Dunia
Live 25 Reunion Tour Analisis Para Pengamat Musik: Lebih dari Sekadar Tur Reuni
Para analis musik menyebut Live 25 sebagai momen yang memperlihatkan kematangan baru duo Gallagher, sesuatu yang dulu hampir mustahil, mereka tidak lagi dua bocah Manchester keras kepala yang saling serang lewat lirik pedas dan interview BBC, mereka kini dua musisi dewasa yang akhirnya tahu bahwa memikul masa lalu sendirian terlalu melelahkan.
Reuni ini menegaskan satu hal, Oasis bukan sekadar band besar, tapi fenomena budaya, sebuah simbol penyatu, nostalgia kolektif, dan bukti bahwa waktu bisa memperbaiki retakan yang bahkan terlihat tak mungkin sembuh.
Dan pelukan di São Paulo menjadi buktinya, bahwa selama ada panggung, selama musik masih berputar, dan selama publik masih bersorak memanggil nama mereka, Gallagher bersaudara tidak akan pernah benar-benar berpisah.
Apa Selanjutnya?
Hiatus yang diumumkan terasa seperti titik koma, bukan titik akhir, tidak ada janji album baru, tidak ada jadwal tur lanjutan, tapi ada harapan, besar dan hangat, fans meyakini bahwa setelah jeda ini, akan ada sesuatu yang lebih besar, mungkin album rekonsiliasi, mungkin tur global baru, mungkin fase terbaru Oasis dimana trauma berganti dengan kedewasaan dan persaudaraan.
Yang jelas, Live 25 sudah menegaskan satu hal, Oasis masih punya cerita, dan cerita itu masih ditulis.
SEKALI LAGI, URBIE’S…
Kita hidup di masa di mana kita bisa melihat Oasis berdamai, berpelukan, dan menyanyikan lagu-lagu yang membentuk sebagian hidup kita, itu bukan hal kecil, itu momen berharga, yang bahkan 10 tahun lalu terasa seperti mimpi absurd, Live 25 bukan hanya tur, tapi sebuah pengingat, bahwa tidak ada kata terlambat untuk pulang.



















































