Hi Urbie’s! Coba bayangin kalau tiba-tiba band legendaris favoritmu memutuskan untuk menjual seluruh hak yang pernah mereka punya—dari nama, lagu, sampai artwork ikonik. Kedengarannya gila kan? Tapi inilah yang baru saja dilakukan Morrissey, sang frontman The Smiths.
Dalam sebuah pengumuman mengejutkan, Morrissey resmi mengumumkan bahwa ia akan melego seluruh kepentingannya di The Smiths. Yap, semuanya. Mulai dari nama, katalog lagu, artwork album, rekaman, sampai hak merchandise. Dengan kata lain, The Smiths yang dulu kita kenal kini sudah bukan lagi milik orang-orang yang menciptakannya.
Drama Panjang Sejak Bubarnya The Smiths
Kalau kamu penggemar musik alternative rock atau indie, pasti nggak asing sama cerita getir di balik bubarnya The Smiths tahun 1987. Meski hanya aktif selama lima tahun, band ini meninggalkan jejak mendalam lewat lagu-lagu seperti There Is a Light That Never Goes Out atau How Soon Is Now?.
Namun, di balik musik yang indah, konflik internal terus membara. Morrissey dan gitaris Johnny Marr berkali-kali terlibat perselisihan. Ditambah lagi drama hukum dengan mantan anggota lainnya, menjadikan nama The Smiths bukan hanya simbol musik legendaris, tapi juga simbol konflik panjang.
Dalam pernyataannya baru-baru ini, Morrissey blak-blakan bilang bahwa dia sudah terlalu lelah dengan drama, kebencian, dan konflik yang selalu mengikuti sejak The Smiths bubar. Dan menurutnya, satu-satunya jalan untuk benar-benar lepas adalah dengan cara menjual semua hak yang ia punya.
Dari Seni Jadi Komoditas
Keputusan Morrissey ini jelas memicu perdebatan. Bayangkan, karya seni yang dulu lahir dari keresahan, cinta, dan idealisme kini jadi komoditas yang bisa diperdagangkan.
Apakah ini artinya The Smiths kehilangan esensi mereka? Atau justru ini cara agar karya mereka bisa bertahan tanpa dibebani ego dan konflik masa lalu?
Banyak fans yang merasa sedih, bahkan marah. Buat mereka, The Smiths bukan sekadar band—mereka adalah soundtrack kehidupan, penghibur di masa kelam, dan inspirasi abadi. Tapi di sisi lain, ada juga yang melihat langkah Morrissey sebagai sesuatu yang realistis. Toh, dunia musik saat ini memang sudah erat kaitannya dengan bisnis.
Morrissey: Dari Ikon ke Anti-Hero
Morrissey sejak lama dikenal sebagai sosok kontroversial. Karier solonya penuh dengan komentar pedas, pernyataan politik yang memicu perdebatan, hingga sikap eksentrik yang membuatnya dicintai sekaligus dibenci.
Keputusan menjual semua hak The Smiths ini seolah mempertegas posisinya sebagai anti-hero di dunia musik. Ia tak peduli dengan romantisme atau nostalgia fans. Buat Morrissey, yang penting adalah kebebasan pribadi. Lepas dari bayang-bayang masa lalu, meski itu berarti meninggalkan sesuatu yang dianggap sakral oleh jutaan orang.
Baca Juga:
- Ngopi Rasa Nusantara di Wajah Baru Excelso Plaza Indonesia: Modern, Nyaman, Tetap Lokal
- Kabupaten Ciamis Dinobatkan sebagai Kota Terbersih di Asia Tenggara
- Duet Istimewa Christian Bautista dan Raisa, Bawakan Ulang Lagu Klasik ‘Rainbow’ dengan Nuansa Baru
Pertanyaan Besar: Siapa yang Akan Memegang The Smiths Selanjutnya?
Kalau semua hak The Smiths sudah dijual, pertanyaan selanjutnya adalah: siapa yang akan memilikinya?
Apakah perusahaan besar seperti Universal atau Sony yang akan membeli dan mengelola katalog The Smiths? Atau justru ada investor baru yang melihat potensi komersial di balik warisan band ini?
Apapun jawabannya, nasib The Smiths kini ada di tangan pihak lain. Bisa jadi akan ada rilisan ulang album klasik dengan kemasan mewah, merchandise resmi yang lebih masif, atau bahkan—ini yang ditakuti fans—komersialisasi berlebihan yang merusak nilai asli band.
Fans dan Warisan yang Tak Bisa Dijual
Namun, ada satu hal yang tidak bisa dibeli, dijual, atau ditukar dengan apapun: memori dan rasa yang sudah melekat di hati para fans.
The Smiths mungkin secara hukum bukan lagi “milik” Morrissey, tapi lagu-lagu mereka tetap hidup di telinga dan jiwa siapa pun yang pernah terhubung dengannya. Setiap bait lirik masih terasa relevan, setiap nada gitar Johnny Marr masih mampu bikin bulu kuduk merinding.
Jadi, meskipun secara teknis The Smiths berpindah tangan, warisan emosional mereka tetap abadi. Fans lah yang jadi pemilik sejati, karena tak ada kontrak atau transaksi bisnis yang bisa menghapus kenangan itu.
The Smiths, Milik Siapa Sebenarnya?
Pertanyaan paling penting sekarang: apakah The Smiths benar-benar “milik” Morrissey? Secara hukum, mungkin iya—hingga ia menjual semuanya. Tapi secara kultural, The Smiths sudah menjadi milik dunia, milik setiap orang yang pernah merasa ditemani oleh lagu-lagu mereka.
Keputusan Morrissey menjual seluruh hak band ini memang kontroversial, tapi juga membuka babak baru. Apakah itu berarti akhir dari The Smiths? Atau justru awal dari warisan mereka menjangkau audiens yang lebih luas? Waktu yang akan menjawab.
Satu hal yang pasti, Urbie’s: meski haknya dijual, There Is a Light That Never Goes Out—dan cahaya itu akan terus hidup dalam hati para fans.